MEMBACA PERISTIWA DAN POTRET REALITA LEWAT KATA (APRESIASI PUISI-PUISI Bapak ZAINUL FARID)
Karya sastra merupakan suatu ekspresi dari pengalaman manusia secara menyeluruh tentang hidup dan kehidupan atau tentang manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Kelahiran sebuah karya sastra dapat dipengaruhi oleh pelbagai kondisi manusia dan kondisi alam sekitarnya. Realitas kehidupan, lengkap dengan pelbagai nilai yang terkandung di dalamnya, direkam oleh sang penyair, kemudian diolah sedemikian rupa dan diekspresikan dalam bentuk dan gaya yang khas, yang selanjutnya mengalir menjadi sebuah gugusan kata-kata yang sarat makna. Dalam hal ini karya sastra yang kita bicarakan adalah puisi.
Teeuw (1984:191) mengungkapkan bahwa sebuah karya sastra--termasuk puisi--adalah artefak (benda mati) yang baru memiliki makna dan nilai estetik jika diberi arti oleh masyarakat--pembaca--sebagai penikmat karya tersebut atau penafsir. Begitu juga dengan sebuah artefak peninggalan purba yang akan mempunyai arti dan peranan jika diberi arti oleh seorang arkeolog. Di sinilah kita menemukan simbiosis mutualisme antar seorang penyair dengan masyarakat pembaca. D koimana seorang penyair akan merasa kesepian dan seolah-olah berada di ruang hampa tatkala hasil karyanya tidak dapat dinikmati dan dinilai oleh masyarakat pembacanya.
Tugas penyair sesungguhnya tidak hanya menafsirkan kegelisahan diri pribadi, tetapi juga merefleksikan kegelisahan masyarakatnya. Itulah sebabnya pembaca sering merasa terlibat dengan penjelajahan yang dituangkan penyair melalui karyanya. Akan tetapi, kemampuan suatu teks puisi--dengan pemikiran atau gagasannya--untuk bisa diterima menjadi pemikiran dan gagasan masyarakat (pembaca) sangat bergantung pada "daya gugah" karya itu sendiri. Tanpa adanya hal tersebut, jangan berharap karya tersebut akan dinikmati, apalagi dimaknai oleh pembaca.
Untuk menggugah daya imaji indrawi dan batiniah masyarakat pembaca, salah satu peranti atau perkakas yang biasa dipakai oleh penyair adalah bahasa. Tidak dapat dimungkiri, bahan baku sastra adalah bahasa. Akan tetapi, bahasa pada puisi jelas berbeda dengan bahasa yang digunakan pada karya ilmiah atau jurnalistik. Walau sama-sama menggunakan bahasa (Indonesia), namun di tangan seorang penyair, bahasa bisa menjadi kaya, penuh improvisasi dan kreativitas. Bermain dengan bahasa menuntut keahlian berkata-kata. Memang di tangan seorang penyair, kata-kata dapat menjadi senjata pusaka. Di tangan seorang penyair pula, kata-kata menjadi sangat elastis dan dinamis, namun tetap bernilai estetis, dalam artian kata-kata tersebut dapat dibentuk apa saja demi menguatkan makna.
Menarik ketika kita membaca puisi-puisi dari bapak Zainul Farid--yang selanjutnya disingkat ZF, mari kita simak puisi-puisi beliau berikut:
NISBI
Aku pernah jatuh sekali
Aku pernah jatuh lagi
Aku pernah jatuh sekali lagi
Tapi aku bangkit dan berdiri lagi.
Aku pernah dihianati
Aku pernah dicaci
Aku pernah dimaki
Tapi aku bangkit dan survive lagi
Sekali dua kali
Bahkan berkali kali
Tidak apa apa
Bukan apa apa
Kau… kamu.. dan dia sama saja
Permainkan perasaan dan hatiku
Mereka juga biasa menjatuhkan
Dalam jurang kehinaan yang aku
Tak sanggup melawannya
Tapi…
Dan…
Lalu…
Aku mampu melewati semua itu
Hari ini…
Besok…
Lusa…
Kau akan terkejut karena aku telah
Berdiri mengangkangi kuasamu…
Membiarkanmu dalam sakit karena
Menggigit lidahmu sendiri.
Ingatlah…
Renungkanlah…
Lihatlah…
Polahmu bukan apa apa bagiku.
Aku disini, menatap hina kamu.
ZF.KORBA 082020
SUDAHI PALSUMU
Aku tak tau senyummu
Ternyata menutupi dukamu
Aku juga tak tau tawamu
Hanya kamuflase atas tangismu
Aku bahkan tak tau tegarmu
Kau bungkus dalam rapuhmu
Aku tak mampu memelukmu
Untuk sekedar menyemangatimu
Aku tak sanggup mengubah
Kepedihan dan kegalauanmu
Aku hanya nanar menatap sepi
Dibalik hancur pedih menatapmu.
Pandai benar kau memerankan
Diri dalam bayang kehampaan
Bak aktor kawakan di atas panggung
Drama 4 babak.
Kami semua terpukau atas aktingmu
Menari rancak dalam derai air mata.
Maafkan aku kawan..
Maafkan aku
Kau menggapai gapai tanganku
Memintaku mengangkat tanganmu
Aku raih tanganmu kawan
Aku angkat kau ketempat yang aman.
Sekarang tersenyumlah
Sekarang tertawalah
Sudahi kepalsuan selama ini
Akhiri kepalsuan tak bertepi
Aku disini
Membantumu bangkit lagi.
ZF.KORBA
150820Someone
BAYANGMU
Ada bayanganmu dimataku
Dan senyummu membuatku rindu
Bagaimana caranya oh kasihku
Kungin bahagia denganmu
Bagaimana caranya…
Lupakanlah cerita kelabu
Kita susun lagi langkah baru
Bagaimana caranya oh sayangku
Kungin berdua denganmu
Bagaimana caranya
Haruskah kuteteskan air mata dipipi
Haruskah kucurahkan segala isi dihati
Haruskah kau ku peluk dan tak kulepas lagi.
Agar tiada pernah ada kata berpisah.
2D.
ZF.KORBA 082020.
TAFAKUR
Lumpur pekat gelagah hidupku
Terpuruk dalam nestapa kelam bak malam hitam legam…
Menatap penuh jijik akan gelora hasrat tak terperi dalam genangan fasik dan kekufuran.
Senja merambat merubah kulit dan helai hitam yang tersisa.
Tak pernah berhenti hingga suapan terakhir syahwat di kerongkongan duniawi.
Aku kotor..bau dan menjijikan.
Aku sampah diantara debu jahanam kehidupan.
Aku benalu dalam tuas dahan hijau dan semerbak puspa warna warni.
Aku binatang jalang diatas helaan nafas safana canibalisme.
Setinggi gunung… lebih
Seluas samudra.. lebih
Sepanjang mentari bersinar.. lebih
Aku adalah durjana berwajah satria.
Aku tutupi malu dengan senyum menipu.
Disini… diujung senja mentari,
aku mencoba taaruf dengan sisa hidup.
Disini … mencoba meraih air suci tayamum untuk sajadah ampunan.
Disini… mihrab antara aku dan Rabb mengharap belaian dan belas kasih ampunan.
Mungkinkah..
Bilakah..
Akankah…
Lumpur ini pekat lengket dalam jirah kesombongan syahwat.
Susah sekali bersih…
ZF.KORBA 082020
BATU KECUBUNG ITU
Bungur nan ungu dijari…
Memancar kilau indah pesona
Keanggunan.
Sementara cempaka dan satam redup dipojokkan menanggung dengki…
Giok, bacan dan safir menari nari dipuncak kesombongan nan hakiki.
Sedangkan zamrud dan berlian bertahta dalam hegemoni monarki meneguk anggur kekuasaan.
Tapi…
Aku hanya butuh satu itu,
Yaa hanya satu sahaja.
Permata lokal produksi anak negeri.
Terpinggirkan dan marginal.
Kau tahu…?
Kau pernah dengar…?
Hitam legam memancarkan cahaya kehidupan. Hanya ada dua di bumi ini.
Ya… kecubung hitam itu.
Dia miliku…
Kusuka karena desanya…
Kusuka karena naturalnya…
Tapi kecubung itu seperti matanya,
Kecubung itu memilih pemiliknya
Satu untukku…
Satu untuknya…
aku tak mampu memiliki keduanya.
Dan aku terpuruk karenanya.
Objektivitas puisi ZF seakan memberi laporan sebuah peristiwa kepada pembaca tentang kamuflase kehidupan; diorama yang tersaji dalam puisi-puisinya memberi kecenderungan jiwa yang (mungkin) sedang merasa terusik oleh suatu hal atau keadaan yang membuatnya mesti memuntahkan ungkapan-ungkapannya.
ZF yang penulis kenal sebagai seorang kepala sekolah ini telah memberikan contoh positif dalam meng-katarsis diri ke dalam bentuk luapan-luapan karya yang memukau. Sejauh yang penulis amati, ZF begitu produktif dalam berkarya, berbagi dan menginspirasi.
Semoga catatan kecil ini dapat memberi pencerahan bagi pembaca dan dapat memberi semangat bagi kita semua, khususnya bagi pemilik karya di atas.
Salam
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar