Dan Pak Guru Itu Adalah Aku (#16 Panitia Seminar Itu Adalah Dia)
Pagi ini tampak begitu rusuh. Beberapa lelaki hilir mudik keluar masuk kantor seenaknya dengan membawa banyak barang. Mereka tampak akrab dengan beberapa orang yang duduk di barisan meja di dalam kantor ber AC itu. Aku berdiri mematung di depan kantor baruku. Kali ini aku tampak gagah. Aku benar-benar kerja kantoran. Tapi setelah aku lihat sekeliling kantor, tak tampak kalau ini sebuah kantor. Kantor ini Lebih mirip sebuah gudang. Ada 5 meja kerja berderet-deret di satu ruangan. Satu meja berada di pojok seberang. Di sebelahnya ruang ada sebuah ruangn bersekat kaca rayban. Rupanya itu kantor bos besar.
Orang-orang kumal yang aku lihat saat wawancara beberapa hari yang lalu masih saja tetap kumal. Merekalah para pejuang garda depan perusahaan photo ini, para sales pengantar film dari toko-toko foto di daerah yang hendak mencetak foto di tempat ini. Mereka begitu ramai dan berisik. Suara mereka sahut menyahut sambil bercerita pengalaman hari kemarin. Dalam waktu kurang lebih satu jam, akhirnya mereka pun bubar. Aku siap mendapatkan pelajaran-pelajaran berharga di hari pertamaku bekerja. Pekerjaan adalah rutinitas yang bisa dikerjakan dengan mudah. Yang tersulit buatku adalah bagaimana aku harus bisa menyesuaikan diri di tempat baru. Dan itu tak mudah buatku. Kepercayadirianku di uji di sini.
***
Suasana kantor sudah mulai sepi. Tinggal aku, Pak Andika, dan mbak Ning yang masih menyelesaikan beberapa pekerjaan. Beberapa teman sudah mendahului pulang karena gerimis sudah mulai melebat menjadi hujan. Hujan di musim ini sering menemaniku untuk berlama-lama hingga jam kantor usai.
Dari arah ruangannya, terdengar Pak Andika memanggilku.
“Suryo, tolong besok temani Aris memotret ya. Ada pemotretan seminar dengan International College di gedung Graha Bhakti Praja,” Pak Andika menyodorkan secarik kertas berisikan alamat gedung itu. Jalan Gatot Soebroto sebelah SMA Negeri 2 Purwokerto. Sepertinya aku paham alamat ini. Tidak terlalu sulit. Sekitar 80% peta kota Purwokerto sudah aku kuasai.
“Baik Pak. Saya tahu tempat ini,” aku mengangguk paham.
“Jangan lupa bilang ke Pak Asto, dari Andika Top Photo ya.”
“Oh, siap Pak! Pak Asto itu siapa ya Pak?” tanyaku polos.
“Dia itu pemilik International College, yang menyelenggarkan seminar itu.”
“Oh, Ok Pak,” aku terbengong sejenak. Tapi wajah girangku masih terlihat jelas. Sepertinya terlalu sulit untuk menyembunyikan senyumku. Yea! Besok aku akan DL (Dinas Luar)
Besok adalah kali pertama aku terjun ke lapangan bersama fotografer selama aku bekerja di Top Photo Studio & Video Shooting. Rutinitas kantor Photo Studio ini membuatku jenuh dan bosan. Kesempatan ini sudah lama aku tunggu-tunggu. Bisa menghirup udara luar dan bergaul dengan banyak orang.
Aku sendiri sebenarnya bukan tipe orang yang pintar bergaul dan banyak teman. Jenis pekerjaan yang aku geluti sesuai yang aku inginkan, yaitu kerja kantoran seperti keinginanku sewaktu masih sekolah di desa. Aku lebih suka bekerja di belakang layar atau belakang meja. Aku tak cukup banyak nyali untuk berkomunikasi di depan umum. Aku sadar betul dengan diriku yang pendiam, pemalu, dan minder. Mungkin itu titel yang tepat diberikan untukku. Aku sadar itu semua penghambat diriku untuk bisa maju. Tapi itulah adanya aku. Dan aku harus bisa merubahnya. Mudah-mudahan besok adalah awal yang baik bagiku untuk bisa belajar menjadi lebih baik walaupun itu tak mudah.
Pagi pun tiba dengan segera sesuai keinginanku. Semua serba mendukungku. Malam pun membiusku dengan mimpi-mimpi yang indah sehingga tak sulit bagiku untuk bangun pagi dan bersyukur pada Tuhan. Bergegas aku menuju kantorku yang tak seberapa jauh dari tempat kosku, sekitar 400 meter saja. Aku berjalan kaki seperti biasanya. Udara pagi kota kripik di tahun 1994 ini begitu bersih dan segar setelah semalaman gerimis. Jumlah kendaraan masih terhitung minim sehingga pencemaran udara kota belum begitu terasa waktu itu.
Sesampai di kantor suasana masih sepi. Segera saja aku siapkan perlengkapan memotret seperti Kodak ASA 200, batre, dan perlengkapan lainnya. Dari kejauhan kulihat Mas Aris menenteng tas kamera dan tripod.
“Sudah siap Mas Aris?”
“Ok, Mas. Berangkat yuk!” Aris bergegas menyiapkan sepeda motornya dan aku sibuk mengecek semua perlengkapan. Aris terlihat begitu semangat. Aku pun ikut semangat. Hari ini aku jadi asistennya. Tapi jadi apapun aku hari ini adalah merupakan hari yang menggairahkan buatku. Pekerjaan administrasi sering membuatku susah tersenyum dan terkesan angkuh. Dan ini bisa sangat gawat. Wajahku bisa terlihat tua sebelum waktunya.
Selama perjalanan menuju gedung seminar, pikiranku melesat entah kemana hingga akhirnya aku pun harus bertemu dengan kata seminar. Dan anehnya aku belum pernah tahu seperti apa seminar itu. Pikiranku menerawang menuju ke beberapa tahun yang silam ketika umurku baru sekitar lima tahun. Aku ikut ibuku penyuluhan KB di kantor kelurahan dimana para ibu duduk berderet-deret. Di depan sendiri seseorang berpakaian rapi mungkin pegawai negri dari kota yang sedang memberikan penyuluhan. Mungkin seminar tidak jauh dari itu.
Kami tiba di gedung sebelum seminar itu dimulai bahkan sebelum para peserta datang. Mas Aris menyiapkan peralatan memotret dan aku membantu sebisanya. Beberapa orang panitia terlihat sibuk dan hilir mudik menyiapkan ini itu. Beberapa kelihatan tegang dan saling berbisik. Sedangkan mataku berusaha mengembara mencari seseorang yang bernama Pak Asto, si pemilik dan penyelenggara seminar seperti yang dikatakan pak Andika. Belum terbayang sosok Pak Asto di pikiranku. Pak Andika tidak menyebutkan ciri-cirinya dan memang sepertinya tidak harus sedetail itu.
“Ini dari Top Photo, ya?” Seorang berbadan agak gemuk dan tidak terlalu tinggi, berkumis cukup tebal, berpakaian rapi dan berdasi, tiba-tiba menyapa kami dan cukup mengagetkan karena suaranya cukup lantang dan tegas.
“Iya Pak. Kami dari Top Photo,” Mas Aris segera menyahut dan memperkenalkan diri. Aku hanya ikut mengangguk.
“Tolong nanti jangan ada yang sampai terlewat ya momen pentingnya.” Orang itu memberi perintah pada kami berdua dan Mas Aris mengiyakan. Aku hanya tersenyum hormat.
Si Bapak pun berlalu.
“Itu siapa sih Mas?” tanyaku menginterogasi.
“Yang tadi itu Pak Asto. Pemilik International College,” Mas Aris menjelaskan. Aku bengong.
“Oh, itu Pak Asto?” aku menggumam dan berpikir bagaimana Mas Aris bisa tahu kalau itu Pak Asto? Terbukti bahwa Mas Aris lebih gaul daripada aku.
“Kita kan sudah sering bekerjasama dengan Pak Asto, Mas,” Mas Aris menjelaskan tanpa aku minta. Aku merasa benar-benar seperti katak dalam akuarium.
Ruang seminar sudah penuh sesak dengan para peserta seminar. Semua kursi hampir terisi kecuali deretan paling belakang pojok kanan yang masih tersisa beberapa kursi. Mungkin mereka terlambat datang. Aku masih belum mengerti mengapa orang-orang pada suka datang untuk seminar? Mungkin mereka memang gila belajar dan haus ilmu pengetahuan. Mungkin aku salah satunya. Tapi kenapa aku tidak pernah ikut seminar seperti mereka?
Para peserta duduk rapi berderet-deret. Dan dugaanku benar bahwa seminar itu hampir sama dengan penyuluhan KB waktu di desa dulu. Ternyata benar juga ada orang berpakaian rapi di depan sendiri sambil menyampaikan materi tentang Pubic Speaking. Aku baru sadar kalau ternyata seminarnya bertema tentang Public Relation and Master of Ceremony. Dan ini cocok sekali denganku! Aku banget! Aku berpikir, kekuatanTuhan memang luar biasa. Tuhan benar-benar tahu yang aku butuhkan dan memberikannya saat ini. Tuhan tahu kalau aku pemalu, minder, dan tidak bisa ngomong di depan umum sehingga membawaku ke seminar ini walaupun posisiku di sini bukan peserta seminar. Setidaknya aku bisa ikut mendengarkan materi-materi penting tanpa harus membayar mahal biaya seminar.
Dari kejauhan aku menyaksikan Pak Asto begitu sibuk mondar-mandir dari panitia satu ke panitia yang lain. Mungkin sedang berkoordinasi agar tidak terjadi kesalahan atau kekurangan pelayanan dalam penyelenggaraan acara tersebut. Karena pastilah akan menyangkut nama baik penyelenggara dan tentunya masa depan lembaga tersebut. Mas Aris juga terlihat sangat sibuk jepret sana jepret sini seperti tidak mau ketinggalan satu wajah pun untuk dipotret. Karena satu wajah menginterpretasikan rupiah dan keuntungan bagi studio kami untuk bisa menjual setiap foto yang diambil Mas Aris. Selain itu, dia juga tentunya masih ingat pesan Pak Asto tadi, jangan sampai ada momen penting yang terlewatkan. karena ini juga merupakan bagian terpenting dari wujud kerjasama antara International College dan Top Photo. Mas Aris memang fotografer yang loyal dan berdedikasi.
Sementara aku masih duduk di deretan kursi di meja pendaftaran di luar ruangan. Aku duduk dengan tenang dan sepi hanya sesekali tersenyum atau bersalaman ketika ada yang mengajaknya. Mengajak tersenyum dan bersalaman. Aku memposisikan diri di deretan paling timur, paling pinggir. Selebihnya, aku hanya mengamati para panitia yang masih melayani pendaftaran beberapa peserta yang hadir terlambat. Di deretan sebelahku ada tiga panitia cewek dan dua panitia cowok yang sedang asyik mengobrol macam-macam. Aku hanya menyimak obrolan mereka dan aku tak mengerti. Tampak mereka seperti para anak kuliahan. Sekali lagi aku hanya terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa selain ikut menyimak dan kadang menyimak materi seminar yang cukup terdengar dari luar ruangan. Sementara Mas Aris terus bergerilya menyambangi setiap peserta.
Banyak hal menarik yang aku dengar dari pembicara public relation yang aku dengar dari luar ruang seminar. Pembicara yang attractive juga memberikan cara-cara berkomunikasi dengan gaya yang menarik dan elegan. Pembicara berhasil membius para peserta untuk tidak sempat membuka mulut mereka lebar-lebar hanya untuk menguap kantuk. Semua bergairah kadang disela dengan gelak tawa dan tepuk tangan riuh. Aku yakin acara ini sukses berat.
Namun ada yang lebih menarik perhatianku selain gaya pembicara seminar yang attractive dan elegan itu. Dua orang panitia yang duduk di sebelah kananku satu cewek dan satu cowok itu ternyata mereka bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Inggris dengan cepat dan fasih. Aku terkesima mendengarkan obrolan mereka. Banyak hal yang mereka obrolkan. Aku tidak tahu persis mengapa mereka berdua memilih menggunakan bahasa Inggris ketika mengobrol. Prediksiku mengatakan bahwa; satu, agar aku tidak mengerti pembicaraan mereka. Dua, agar kelihatan internasional dan intelektual. Tiga, agar aku kagum padanya. Dan aku mengambil kesimpulan bahwa memang aku kagum padanya. Aku mengerti apa yang mereka bicarakan. Karena bahasa Inggris sudah menjadi pelajaran favoritku waktu sekolah dulu bahkan guru favoritku pun adalah guru bahasa Inggris.
Namun sayang aku tidak punya nyali untuk ikut bergabung dalam obrolan mereka. Seandainya aku berani, ah, tidak. Aku belum siap untuk menerima kesalahanku sendiri dalam bertutur dengan bahasa Inggris. Kemampuanku masih sebatas menyimak dan memahami. Sesekali aku melirik ke arah kedua orang tersebut. Sungguh aku merasa seperti sedang belajar listening di Radio BBC London atau ABC Radio Australia yang dulu aku sering dengarkan di radio merk National milik nenekku di saluran SW sehabis shubuh. Tetapi yang ini benar-benar seperti live Talk Show di sebuah acara TV Swasta. Sekali lagi Tuhan memang luar biasa. Aku banyak mendapatkan banyak hal yang aku butuhkan. Hari ini memang luar biasa.
Dalam kekagumanku, tiba-tiba Pak Asto datang dan memanggil si panitia cowok untuk beberapa urusan kepanitiaan. Tinggallah aku dan seorang panitia cewek sebelahku yang tersisa di sana. Aku benar-benar dibuat kikuk dengan suasana ini. Semacam ada rasa ingin memuji kemampuan berbahasa Inggris dengan orang yang duduk di sebelahku ini. Tapi aku tak berani dan aku urungkan niatku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Apakah cerita berikutnya akan terjadi hal yang romantis? Kita tunggu saja kisah nya he he
Siap. Tunggu saja.
eheem.....kapan kelanjutannya Pak...ditunggu yaa....
Siap. Insyaallah Lanjut terus..
Ciyeee...Suryo ketemu cewek. Deg..degan..nih. Makin serrrruuu ajjjjaaa. Lanjuuuttttt. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah...pak guru.
Haha..sudah masanya Kali ya Bu..Tak seru kalau kisah perjalanan seseorang tanpa adanya romantisme..
Asyik sekali cerita nya ditunggu lanjutan Nya
Siap. Ikuti terus saja. Inshallah Lanjut..