Itik dan Angsa Putih
Sekelompok angsa berbulu cantik memasuki sebuah danau yang tenang. Air pun mulai beriak mengiringi gerakan para angsa yang menari menghiasi permukaan danau.
Terlihat senda gurau dan obrolan renyah diantara mereka. Seakan tak peduli dengan dunia sekitar.
Lalu berkatalah seekor angsa putih keabuan,”Lihat...ada itik di pinggir danau sana,ayo kita sapa dia.”
Dan seekor angsa betina berbulu tebal di lehernya yang jenjang pun mengikuti,menyapa sang itik.
“Haaii itik...sedang apa kau disini?”
“Haaii...aku sedang berjemur dan mencari cacing untuk makan, apa kabar kalian para angsa?,” itik menjawab dengan paruh yang kotor oleh tanah.
“Kenapa kau hanya sendiri? Kemana itik yang lainnya? Apa kau tidak mempunyai kawan?” angsa berbulu putih yang anggun menghampiri dengan paruh yang sedikit di angkat.
“Mmmm...iya,aku sendiri saja...”itik menjawab dengan tatapan bertanya, mengapa si putih anggun itu menatap dan berkata dengan begitu angkuhnya. Mungkin dia lelah telah mengepakkan sayapnya yang indah di tengah kolam tadi,pikir si itik.
Tiba-tiba saja si putih anggun pergi dengan mengepakan sayapnya,tidak keras...namun cukup membuat cipratan yang mengenai tubuh itik. Diikuti oleh dua temannya, dan si coklat pun berpamitan dengan ramahnya. “Baiklah itik...selamat makan,semoga kau mendapat cacing yang banyak hari ini”.
“Terima kasih angsa, semoga harimu juga menyenangkan,” jawab itik.
Kelompok angsa pun pergi menjauh,sedangkan si itik masih di pinggir danau dengan tatapan dengan seribu tanya. Hatinya berkata,ada apa dengan si putih anggun itu? Biasanya dia lah yang akan menyapanya. Tapi tidak dengan hari ini. Tatapannya begitu tajam penuh selidik,paruhnya pun menghadap langit,menunjukkan kalau dia tidak suka pada itik.
Sesekali mata angsa putih anggun itu melirik, mencuri pandang hanya untuk mengikuti pergerakan itik di pinggir danau. Risi...itulah yang dirasakan itik,namun itik berusaha tidak menggubrisnya, hari ini dia harus banyak mencari cacing untuk bekal perutnya.
Selama mengais tanah basah yang lengket, itik merenungkan apa yang tengah terjadi. Ya...dulu dia begitu dekat dengan angsa putih anggun itu. Selalu berenang dan berbagi cerita walau mereka berbeda. Hingga ada suatu kejadian dimana itik dan angsa pun menjauh.
Kala itu, ada angsa bersayap keemasan yang merasa cemburu dengan kedekatan itik dan angsa putih. Angsa berbulu emas itu berkata dengan kasar pada itik, “Kenapa kau dekati sahabatku yang satu ini? Apa kau ingin tertular kecantikan dan keanggunannya? Kau tau...kau tidak pantas berteman dengan sahabatku yang cantik ini, kau jelek dan kau berbeda dengan kami. Sebaiknya kau bergaul saja dengan sejenismu, dan menjauhlah dari kami”.
Saat itu itik sempat ingin melawan, namun hatinya terlanjur sakit dan ia tak dapat menahan air mata yang sudah berat sekali di pelupuk matanya. Itik hanya terdiam, dan berenang menjauhi kedua angsa itu.
Angsa putih tak berusaha mencegah, walau sebenarnya dia tahu jika sikap angsa berbulu emas itu sangatlah tidak baik, dan ia pun tahu kalau itik sangat terluka dengan ucapan sahabat itu. Tapi...angsa putih lebih memilih diam, karena ia tak mau dianggap berkhianat dengan memberi pembelaan pada itik. Ia lebih memilih sahabat sejenisnya dan membiarkan itik pergi.
Hari terus berlalu, hubungan angsa putih dan itik semakin menjauh. Lama sekali mereka tak berjumpa, entah sengaja saling menghindar atau memang Tuhan tidak mentakdirkan mereka untuk bertemu.
Sedangkan cerita angsa berbulu emas dan putih itu berlanjut dengan semakin menghangat. Mereka selalu bersama mengitari danau sambil bersenda gurau. Sesekali mereka terlihat berbicara serius seperti halnya hari itu. Angsa putih tanpa sengaja berucap,”Aku sangat rindu pada itik...”
Baru saja angsa putih berbicara seperti itu, angsa berbulu emas langsung menyahut dengan tatapan tak suka.
“Rindu?? Memangnya apa istimewa si itik jelek itu?”
“Dia tidak jelek, dia sangat baik...”, angsa putih menjawab dengan memalingkan tatapannya ke arah tepi danau seakan mencari bayangan itik.
“Baik?? Kau tahu, dia itu tidak baik, dia selalu menjelekanmu di depan teman-temannya. Bahkan dia mengatakan kalau kau telah menjauhi dia karena kau sombong”, angsa berbulu emas berusaha meyakinkan angsa putih.
“Benarkah? Setahuku dia selalu berkata yang baik, aku tidak percaya...”, angsa putih berkata dengan tatapan tidak percaya atas ucapan angsa berbulu emas.
“Ya sudah...kalau kau tidak percaya, berarti kau anggap aku bohong? Kalau begitu aku pergi saja, untuk apa aku menemanimu disini”, angsa berbulu emas hendak pergi meninggalkan angsa putih, namun segera saja dicegah.
“Maaf...aku percaya padamu, jangan pergi, kita bermain lagi saja ya...”, angsa putih berusaha membujuk angsa berbulu emas.
“Baiklah,aku akan selalu menemanimu, tapi kau harus berjanji untuk tidak lagi membicarakan si itik jelek itu, bahkan lupakanlah dia, toh dia pun bukan sebangsa kita, jadi untuk apa kau berteman dan terus mengingatnya”,angsa berbulu emas itu berusaha mempengaruhi angsa putih.
“Baik...aku berjanji akan menjauhinya...”, dengan sedikit ragu angsa putih menjawab.
Semenjak saat itu, sudah beberapa kali angsa putih melihat itik sedang berada di tepi danau. Ingin sekali dia menghampiri itik, namun dia tak ingin melukai angsa berbulu emas. Dan dia juga teringat akan ucapan angsa emas kalau itik selalu menjelekkan dirinya. Selalu dia urungkan niat mendekati itik dengan terus menyimpan tanya .
Sementara di pinggir danau sana, itik hanya bisa memperhatikan angsa putih dari kejauhan. Itik selalu sembunyi dibalik ilalang setiap kali para angsa berenang menepi. Dia sangat merindukan sahabatnya itu. Namun itik sangat takut akan mendapat hinaan lagi dari angsa berbulu emas. Itik sadar bahwa dirinya tidak secantik dan seanggun para angsa itu.
Pada suatu ketika, para angsa sedang bermain di tengah danau. Mereka saling mengepakan sayapnya dengan anggun. Sesekali paruh mereka masuk ke air danau untuk mencari ikan kecil sebagai santapannya. Asyik sekali mereka menikmati kegiatannya sampai tidak menyadari bahwa tiba-tiba awan telah menghitam, angin pun sudah bertiup dengan kencang. Dan tanpa memberi aba-aba terlebih dahulu, air hujan mulai berjatuhan dengan derasnya.
Para angsa segera berhamburan berenang menuju tepi danau. Mereka sibuk menyelamatkan diri sendiri. Begitupun dengan angsa berbulu emas, dialah yang paling dulu pergi dan meninggalkan teman yang lainnya.
Angsa putih saat itu kebingungan, pandangannya tidak cukup tajam untuk melihat ke depan. Hingga akhirnya dia menabrak sebuah cabang pohon yang jatuh ke tengah danau. Kakinya tidak bisa digerakan, dan dia pun hanya bisa menyanggakan sayapnya pada cabang pohon itu. Dia berdoa agar hujan segera reda dan ada yang menolongnya.
Hujan pun reda, namun suasana danau sangatlah sepi. Hari sudah mulai malam dan angsa putih pun mulai kedinginan. Dengan lemas dia berusaha berteriak meminta tolong, semoga saja ada yang mendengarnya.
“Tolooong...tolong...”, teriaknya dengan suara yang lemah. Berkali dia teriak tapi belum ada saja yang mendengarnya.
Tak lama kemudian, dia melihat ada yang bergerak di belakang semak. Batinnya mulai cemas, bagaimana kalau seandainya yang berada di belakang semak itu adalah makhluk jahat yang akan menyakitinya? Angsa putih ketakutan dan memejamkan matanya.
“Putih....apa yang terjadi?”
Terdengar suara yang pernah dia kenal, siapakah itu? Dengan ragu angsa putih membuka matanya, dan dilihatlah pemilik suara itu ternyata itik sahabat lamanya.
“Itik....tolong aku, kakiku terluka dan aku tidak bisa bergerak...”, jawabnya dengan lemah.
Dengan segera itik berenang mendekati angsa dan berusaha menolong angsa. Dengan segala upaya dia mendorong dan membantu angsa agar segera keluar dari danau. Setelah sampai di tepi danau, itik segera mengambil beberapa potong kayu kering dan membuat perapian agar badan angsa menjadi lebih hangat. Lalu itik pun mencari makanan dan memberikannya untuk angsa.
“Makanlah...kau harus isi perutmu agar kau punya tenaga kembali”, itik berkata dengan penuh kasih sayang.
“Terima kasih...kau baik sekali itik...”, angsa putih mengambil makanan itu. Batinnya berkata, sungguh baik itik, sedangkan dia selama ini selalu menghindarinya.
“Maafkan aku telah merepotkanmu”, angsa putih kembali berujar.
“Sudahlah angsa...kau adalah sahabatku, sudah seharusnya aku menolongmu”, sahut itik.
“Maafkan aku telah menjauhimu”, lagi-lagi angsa berkata dengan nada yang menyesal.
“Bagaimana kalau kita lupakan yang telah lalu. Sekarang kau beristirahatlah dulu, agar besok kau bisa pulang. Keluarga dan sahabatmu pasti merasa kehilangamu.”
Angsa menuruti anjuran itik, karena ia pun merasakan tubuhnya sangat lelah dan kedinginan. Mereka berdua beristirahat di temani api unggun yang menghangatkan tubuh di tengah dinginnya malam.
Keesokan harinya, itik dan angsa putih dibangunkan oleh sinar matahari yang jatuh di atas tubuh mereka. Keduanya pun segera merapikan sisa api unggun semalam. Angsa putih dengan berat hati berpamitan pada itik, karena ia harus segera pulang agar keluarga dan sahabatnya tidak cemas akan keadaan dirinya.
“Itik...aku harus segera pulang...”,ujarnya dengan nada sedih.
“Iya angsa, kau harus segera pulang”, itik menjawab dengan tatapan yang sama.
Tanpa sanggup berkata lagi angsa memeluk itik.
“Terima kasih sudah menolongku, dan maafkan atas sikapku selama ini ya itik”.
“Sudahlah...kita lupakan semua itu ya angsa. Kau tetap sahabatku”, jawab itik membalas pelukan angsa putih.
“Iya...kita akan tetap bersahabat sampai kapan pun. Aku tidak akan mendengarkan kata siapapun tentangmu, karena aku lebih tahu dirimu dibanding siapapun. Sekali lagi terima kasih..”, angsa melepas pelukannya dan segera berlalu.
“Hati-hati...semoga kita dapat bertemu kembali”, itik melambaikan tangan dan dibalas oleh angsa putih.
Mereka pun berpisah di pagi itu, disaksikan oleh matahari yang bersinar dengan cerahnya. Dan semenjak hari itu, itik dan angsa putih kembali bersahabat. Mereka berdua selalu menghabiskan waktu bersama dan tetap menjaga hubungan dengan sahabat lainnya. Sehingga suasana danau semakin damai, tenang dan hangat dengan persahabatan antara para itik dan angsa.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Damai. "Kita akan tetap bersahabat sampai kapan pun." Aamiin
nice story...ceritanya menarikk...lanjuttkan:)
Bagus ceritanya bu.