Kisah gang senggol
Setiap pagi menjelang jam 7, gang ini selalu kulalui bersama ratusan siswaku yang lainnya. Ada juga rekan sejawat yang menapaki jalan sempit ini setiap pergi dan pulang sekolah. Gang ini menghubungi jalan raya By Pass dengan jalan lainnya. Jika kita melewati jalan biasa akan memakan waktu dari rumahku ke sekolah sekitar 12 menit dengan sepeda motor dan itupun jika tidak macet di sebuah pasar kaget setiap paginya. Sementara kalau melewati gang ini hanya memakan waktu 5 sampai 7 menit saja. Gang ini dinamai gang “senggol” karena memang gang ini hanya bisa dilewati sepeda motor dan pejalan kaki saja. Dan jika berpapasan, maka jika tidak berhati-hati akan bisa bersenggolan. Dan untuk menghindari itu, kita harus merapatkan badan kita ke dinding di sisi kiri dan kanannya. Gang ini diapit oleh dinding yang tingginya sekitar 5 atau 6 meter. Sehingga kita tidak akan bisa melihat pemandangan yang ada di sisi kiri dan kanan kita. Di balik dinding tersebut ada gedung yaitu pabrik disisikiri dan kanan.
Ada yang terfikir di benakku adalah ketika kita harus melewati gang ni di jam –jam yang bukan jam sibuk seperti pergi atau pulang sekolah. Kata siswaku kalau kita lewat di sana dalam keadaan lengang, maka kita akan merasa agak takut. Dinding yang tinggi, lalu bagaiman a kalau ada orang yang jahat lewat dan berpapasan denan kta dan tiba –tiba mereka akan mencegat atau bahkan membekap kita, mengambil uang dan handphone kita atau bahkan yang paling ditakutkan adalah lebih daripada itu. Oh My God! Tidak terbayang olehku kalau itu yang terjadi padaku atau pada anak didikku. Selain itu, kabarnya juga ada seekor biawak yang cukup besar yang sewaktu-waktu bisa muncul
Beberapa tahun yang lalu ketika terjadi gempa besar di Padang, dinding yan mengapit gang senggol ini rubuh. Dan saat itu sore hari siswa kami sedang melakuan kegiatan olahraga di sekolah. Gang ini hanya berjarak sekitar 200 meter dari sekolah. Saat terjadi gempa, siswa banyak yang ingin menyelamatkan diri lari ke gang untuk segera pulang. Karena umumnnya siswa kami banyak yang tinggal seputaran daerah yang kalau melewati gang senggol, tidak perlu memutar arah yang jaraknya sekitar 1 atau 2 km. Jadi tidak salah kalu gang senggol ini merupakan jalan “sangat pintas” dan sangat “menguntungkan khususnya bagi siswaku. Dan saat gempa terjadi, sebelum mereka berhamburan, untunglah guru olahraga menahan mereka. Mereka disuruh menunggu dulu sebentar hingga situasi agak tenang dan tidak lagi terasa gempa. Dan Alhamdulillah mereka mereka mendengarkan kata guru mereka. Tidak berapa setelah gempa usai, merekapun diizinkan pulang. Tapi ketika hampir sampai di gang senggol, mulut mereka ternganga dan terpana. Gang yang biasanya diapit dinding yang tinggi tersebut tiba-tiba terlihat lapang dan kita bisa melihat bangunan dan pemandangan yang selama ini tertutup oleh dinding yang tinggi tersebut. Dan keterpanaan mereka berobah. Tiba-tiba, mereka menangis sejadi-jadinya. Jika seandainya mereka tadi tidak mendengarkan kata guru olahraga mereka, entah apa yang akan terjadi. Tuhan masih meneyelamatkan mereka. Allahu Akbar!. Lalu beberapa minggu kemudian “Tembok Berlin” inipun kembali dibangun oleh pemilik pabrik.
Suatu hari seusai pulang sekolah, jam sudah menunjukkan jam 11. Suasana sekolah dan sekitarnya sudah mulai tampak lengang. Walaupun aktivitas sekolah masih ada seperti Pramuka, latihan upacara dan drumband.Setiap hari sabtu memang sekolah pulangnya jam 10. Dengan dijemput suami memakai sepeda motor, kami hampir tiba di mulut gang senggol. Di kejauhan kulihat ada seorang siswa yang sudah pasti anak didik kami sepertinya sedang menunggu sesuatu. Ketika kami hampir mendekatinya kira kira 100 meter jaraknya, dia langsung berlarian tergesa-gesa. Aku semakin penasaran dengan sikapnya. Aku tidak sempat mengenali wajahnya karena dia langsung ari terbirit birit. Hatiku mulai merasa cemas. Kusuruh suamiku mengendarai motornya lebih cepat lagi. Tapi yang namanya gang senggol, kita tidak bisa memacu kendaraan dengan cepat karena situasi gang senggol tadi, sempit, diapit dinding yang tinggi. Aku tidak ingin ada sesuatu yang terjadi dengan siswaku. Di pertengahan gang yang kondisinya agak berbelok belok, aku berpapasan dengan sebuah motor yang dikendarai oleh 2 orang anak muda yang aku pikir agak sedikit preman, tapi semoga pemikiranku ini salah. Tapi hatiku semakin tak karuan. dan akhirnya setelah berpapasan tersebut, aku melihat siswi yang tadi. Alhamdulilah, dia baik-baik saja. Tapi jalannya sedikit agak kencang. Dan aku langsung bilang, “Nak, jangan terlalu kencang jalannya”. Aku takut nantinya bisaj atuh ke dalam parit atau bahkan lebih gawat lagi ke dalam empang ikan yang terletak di sisi kanan mulut gang yang dari arah jalan by pass. Lalu sampailah dia di tepi jalan by pass dengan nafas yang sedikit ngos –ngosan karena setelah empang tersebut, untuk sampai di sisi jalan raya, kita harus melewati jalan yang agak mendaki yang cukup menanjak dan jika sepeda motor tidak hati-hati juga bisa jatuh tergelincir ke bawah. Ketika kutanyakan kenapa siswi tersebut berlari-lari di gang senggol. Dia menjawab, “ketika saya melihat tidak seorangpun teman yang akan melewati gang senggol, saya merasa takut dan cemas. Tapi ketika saya melihat ibuk dari kejauhan dengan motor, saya mulai berani dan saya bertekad, kalau saya harus tiba di ujung gang terlebih dahulu. Karena saya berfikir motor akan lebih cepat sampai daripada saya, maka saya harus berlari lebih cepat dan saya tidak mau ketinggalan atau berada di belakang ibuk.”Oh Tuhan, padahal hari masih siang, tapi dengan kondisi gang senggol yang menghubungkan sekolah kami dengan jalan by pass yang kondisinya seperti itu, demi mengirit biaya ongkos transportasi dan demi mempersingkat jarak antara sekolah dan rumahnya, alangkah sangat beresikonya bagi anak didik kami yang masih lugu dan polos karena harus mengambil tantangan dengan melewati gang senggol tersebut. Alangkah nyamannya jika tidak ada dinding tinggi yang mengapit gang tersebut. Oh gang senggol…
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terimakasih Mas Rahman. salam kenal ya mas
Tulisannya keren dan inspiratif. Romantisme gang senggol