Ari Rahmadani

Lahir di Balikpapan pada 1 Ramadan 1412 H. Sejak 22 Sya'ban 1434 H hingga kini mengabdi sebagai Guru di SD Negeri 007 Balikpapan Selatan. Menikah di Balikpa...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jejak Kaki di Pasir

Jejak Kaki di Pasir

Langit senja mewarnai awan dengan gradasi jingga yang indah, namun tak mampu mencerminkan gejolak di hati kecilku. Di usiaku yang ke-28 tahun ini, kenangan pahit itu masih terngiang jelas di benakku.

Dinginnya angin pagi menggigit kulitku saat aku berjalan kaki bersama adikku. Usiaku baru 5 tahun saat itu dan aku masih belum mengerti mengapa Mama harus menuntun kami berdua mencari Bapak. Aku hanya bisa menundukkan kepala, mengikuti langkah kaki Mama yang gontai. Mama menggandeng erat tangan kami berdua, namun wajahnya tampak sendu dihiasi air mata yang tak tertahan.

Perjalanan terasa begitu panjang, kaki mungilku mulai terasa lemas. Rasa kantuk pun menyerang, mataku semakin berat. Tiba-tiba, tubuhku terasa melayang dan semuanya menjadi gelap. Saat tersadar, aku sudah berada di ranjang sempit ditemani Mama. Air matanya membasahi pipiku. Aku baru tahu, tadi aku pingsan karena kelelahan.

Perjalanan kami pun dilanjutkan. Setelah beberapa jam berjalan, akhirnya sampailah kami di sebuah rumah besar. Mama mengetuk pintu dengan gemetar. Seorang wanita cantik membukanya, raut wajahnya menegang saat melihat Mama. "Dia tidak ada di sini!" ucapnya ketus, sebelum membanting pintu tepat di depan wajah kami. Mama terduduk di tanah, air mata mengalir deras membasahi pipinya. Aku dan adik hanya bisa menangis pilu, tidak mengerti apa yang terjadi. Kami hanya ingin Bapak.

Hatiku pilu melihat Mama yang begitu terluka. Aku tak mengerti mengapa Bapak tega melakukan hal ini kepada kami. Aku hanya ingin memeluk Mama dan memberikannya kekuatan untuk menghadapi situasi ini.

Kini, bertahun-tahun kemudian, karma pun tampaknya mulai menyapa Bapak. Di usianya yang mulai senja, anak hasil pernikahannya dengan istri kedua kabur ke luar kota bersama kekasihnya. Bapak mencarinya dengan penuh kecemasan dan kelelahan, namun tak kunjung menemukannya.

Setiap kali melihat Bapak duduk termenung, aku teringat kembali pada kenangan pahit itu. Aku ingin memeluknya dan berkata bahwa aku di sini untuknya. Tapi, aku tidak berani. Aku masih menyimpan luka di hati atas apa yang Bapak lakukan pada Mama.

Meskipun kenangan pahit itu masih membekas di dalam diriku, aku telah belajar untuk memaafkan Bapak. Aku sadar bahwa setiap orang memiliki masa lalunya masing-masing dan kita harus belajar untuk melangkah maju. Aku ingin fokus pada masa depanku dan membangun keluarga yang bahagia bersama suami dan anak-anakku.

Kisah ini mengajariku bahwa setiap perbuatan pasti memiliki konsekuensinya. Karma tak selalu datang dengan balasan yang setimpal, namun ia selalu memiliki caranya sendiri untuk mengingatkan kita akan kesalahan kita. Dan karma ini pun bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post