TRAGEDI BUNGA TURI
Tantangan Gurusiana hari ke 1
Pentigraf
Desa kami yang asri terletak di tepi selokan panjang yang menyuplai air ke wilayah Yogyakarta. Walaupun hidup di desa, kami mempunyai semangat tinggi untuk menuntut ilmu. Alam mendidik kami untuk tidak cengeng dan hidup sederhana. Orang tua di kampung kami punya pandangan yang hampir sama tentang pendidikan. Anak harus bersekolah tinggi agar hidup mereka lebih maju dari orangtuanya. Anak –anak di kampung kami mempunyai kebiasaan mencuci baju di selokan setiap hari Ahad. Ada tempat khusus yang disediakan oleh dinas pengairan sebagai fasilitas kami. Dari pagi jam 6 tempat itu sudah dipenuhi antrian anak-anak dengan ember berisi pakaian seragam kotor dan sepatu kotor yang siap dicuci. Kami terbiasa tertib menunggu giliran. Tempat mencuci baju yang orang di kampung kami menyebutnya rolakan itu hanya cukup untuk paling banyak 5 orang sekaligus. Ada beberapa rolakan di samping kanan dan kiri selokan. Sehingga kalaupun antri kami tidak perlu menunggu terlalu lama. Secara tidak tertulis kami sudah membagi rolakan mana yang biasa dipakai mencuci anak perempuan dan mana yang buat anak laki-laki.
Aku sudah hampir selesai dengan baju-baju yang kucuci. Tinggal membilas terakhir. Tiba tiba kudengar teriakan dari tempat yang tak jauh dariku berada. Ada anak hanyut di selokan. Tanpa membereskan cucianku aku langsung berlari menuju sumber suara diikuti oleh Nanik, Sari, Sri dan Endang teman-teman sebayaku yang barengan mencuci. Setengah berlari kami mencari tahu apa yang terjadi. Beberapa orang laki-laki menceburkan diri ke selokan yang lebarnya sekitar 8 meter dengan kedalaman air sedada orang dewasa . Mereka sekuat tenaga berusaha menolong Singgih yang hanyut. Perjuangan mereka berhasil. Mereka bisa mengendong Singgih keluar dari selokan dalam kondisi lemas. Terlalu banyak air yang masuk ke perutnya. Orang-orang yang menolongnya menggendong dengan posisi kepala di bawah untuk mengeluarkan air yang terlanjur masuk ke tubuhnya. Mereka berhasil menyelamatkan Singgih dan membawanya pulang dengan selamat.
Pak Danang, orang tua Singgih yang rumahnya jauh dari tempat kejadian, sangat terkejut mendengar peristiwa itu. Mereka tahunya Singgih yang masih berusia 8 tahun pergi bersama kakaknya Lastri untuk mencuci di selokan. Dan memang benar. Ketika Lastri menunggu giliran, dia memetik bunga-bunga turi yang ada di pinggiran selokan . Bunga-bunga turi itu biasa dibuat pecel. Enak rasanya dan aku suka. Saking asyiknya memetik bunga turi sampai Lastri tidak tahu ketika adiknya menceburkan diri ke selokan yang jernih untuk mandi dan hanyut. Tak tahu mengapa sejak saat itu aku tidak lagi doyan bunga turi.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Trauma Bunga Turi ya Bun. Padahal bunganya gak salah ya.
Iya begitulah bun. Terimakasih sudah singgah. Slam sukses.
Kosakata baru bagi saya.....rolakan....mantaaap bunda ari
Iya bu Ana. Aku wae le ngingat-ingat lama. Terimakasih bu Ana. Masih harus banyak belajar
Keren bunda, salam kenal bunda, aku suka bunga turi, di pinggir kalen di Bantulan jogya saya petik di sawah
Hu In, kan kita sudah lama kenal. Kenalan lagi ya. Dulu sering japrian lho. Tetimakasih banyak bu In.