Cerita Data di Dunia Asuransi Kesehatan
Tantangan Menulis Hari ke-138
Oleh Bernardus Ari Kuncoro
Malam itu aku diundang oleh salah satu lembaga asuransi kesehatan terbesar di Indonesia. BPJS Kesehatan. Untuk berbagi ilmu dan pengalaman tentang data. Aku bilang begitu bukan berarti suatu hiperbola. Tetapi memang demikian kenyataannya. Kepesertaan JKN-KIS yang jumlahnya ratusan juta. Bahkan salah satu yang terbesar di Asia. Setelah China dan India.
Mengapa mesti ada BPJS Kesehatan? Usut punya usut, supaya cita-cita Indonesia yang adil makmur sejahtera terwujud. Khususnya, taraf kesehatan masyarakat Indonesia makin naik kelas. Sistem ini dipakai terinspirasi dari azas gotong royong. Yang mampu membantu. Yang tidak mampu dibantu. Kata mampu bukan berarti dari segi materi semata. Tetapi dari segi kesehatan yang makin sulit diprediksi, apalagi masa pandemi seperti ini.
Dalam kesempatan itu aku bercerita di salah satu slide tentang dataset yang disajikan di dalam Visualthon. Aku menemukan insight menarik. Dataset yang disediakan menyajikan sampel acak dari 1,97 juta peserta unik dari BPJS Kesehatan. Hal ini terlihat dari persebarannya yang mirip dengan persebaran penduduk Indonesia. Terlihat di peta bahwa Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur merupakan tiga provinsi dengan proporsi paling banyak, dengan masing-masing 12,7%, 12,03%, dan 10,61%. Sementara itu Provinsi dengan proporsi peserta paling sedikit adalah Kalimantan Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat, masing masing 0,47%, 0,6% dan 0,78%.
Berdasarkan catatan kunjungan pada 2017 dan 2018, sebanyak 42,9% di antara peserta BPJS Kesehatan pernah paling tidak sekali berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), di mana 1,7% diantaranya merupakan pengunjung dengan catatan Non Kapitasi.
Sementara itu yang berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) sebesar 15,1%.Tingkat kunjungan dari 1.97 juta peserta BPJS Kesehatan tersampel berjumlah 2,95 juta kunjungan. Catatan: tidak semua peserta melakukan kunjungan. Sebanyak 45.9% diantaranya adalah kunjungan FKTP, di mana 2,9% merupakan kunjungan non kapitasi. Dari keseluruhan kunjungan, sebanyak 54.1% merupakan kunjungan FKRTL.
Apa yang dapat direkomendasikan dari visualisasi ini? Rasio FKRTL dan FKTP untuk masing-masing provinsi dapat menjadi indikator pertama apakah suatu provinsi membutuhkan penambahan jumlah FKTP, peningkatan mutu FKTP, dll. Anda dapat melihat angka tersebut pada Provinsi Papua Barat dan Papua sebesar 88.9% (8,8% dibagi 9,9%). Artinya apa? Sembilan dari sepuluh peserta yang mengunjungi FKTP, hampir dipastikan akan ke FKRTL.
... Bersambung, tetapi tidak di sini ...
Kalideres, 16 Desember 2020


Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar