MENGAJAR ATAU PAMER ILMU?
Seorang guru yang baru saja lulus kuliah S2 ceramah di hadapan siswanya yang masih duduk di kelas 7 bangku SMP di sebuah kecamatan kecil. Mayoritas pendengarnya tentu saja anak-anak yang belum banyak membaca buku-buku ilmiah, apalagi para siswa tersebut baru saja lulus SD. Dengan bersemangat sang guru berpidato, "dalam menghadapi era globalisasi, ketika perilaku umat manusia distandarisasi, ketika interdependensi diantara bangsa-bangsa terjadi, kita harus mampu melakukan antisipasi."
Guru tersebut tahu dan sadar betul bahwa sebagian besar siswanya tidak memahami pembicaraannya. Ia berceramah bukan untuk menyampaikan gagasan, bukan memberikan informasi. Guru tersebut sedang berupaya agar siswanya memperoleh kesan bahwa dia adalah guru yang pandai. Buktinya? Pembicaraannya tidak dapat dipahami. Kalimat-kalimatnya dipenuhi dengan istilah asing yang memang benar-benar asing di telinga siswanya. Siswanya manggut-manggut pura-pura tahu.
Perilaku guru tersebut, oleh Erving Goffman dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life, disebut sebagai penyajian diri (presentation of self). Guru tersebut sedang bersandiwara, sedang membangun kesan tentang dirinya melalui perilaku yang ditampilkan. Ia sedang merekayasa perilaku untuk menyajikan dirinya seperti yang diinginkan. Ia sedang menyajikan dirinya sebagai guru yang pandai dan ilmiah.
Dalam membangun kesan, seseorang biasanya menggunakan lambang, baik visual ataupun verbal. Supaya seorang guru disebut pandai maka lambang visual yang ditampakkan adalah berkacamata padahal matanya sehat-sehat saja, berjas padahal suhunya 35 C, mondar-mandir membawa tablet padahal yang diakses hanya facebook, membawa buku bertumpuk-tumpuk padahal satupun belum ada yang dibaca secara purna, berceramah dengan kalimat yang dipenuhi istilah asing padahal audiennya masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan lain sebagai. Guru ini sedang menggunakan lambang visual penampilan dan verbal agar orang tahu bahwa dia adalah guru yang pandai, guru yang top markotop.
Dalam bahasa agama, merekayasa kesan agar mendapat pujian atau agar dianggap pandai, kaya, dermawan, shaleh, dan sebagainya disebut riya atau sum'ah. Bila kesan tersebut direkayasa dengan menggunakan lambang verbal yang diperdengarkan maka disebut sum'ah. Bila menggunakan lambang non-verbal yang dapat dilihat maka disebut riya'.
Riya dan sum'ah keduanya bertentangan dengan konsep ihlas. Bila ihlas adalah beribadat dan beramal shaleh untuk mendekatkan diri kepada Allah (karena Allah), riya dan sum'ah beribadat dan beramal untuk menusia, agar dipuji oleh manusia. Segala bentuk ibadah, amal, perilaku, dan sikap yang terjebak dalam riya dan sum'ah termasuk hal yang sia-sia, tidak memiliki faedah sedikitpun. Bahkan dalam bahasa aqidah disebut sebagai syirik kecil. Maka perbuatan guru yang pamer ilmu tersebut adalah sia-sia, tidak memberikan manfaat sama sekali untuk dirinya dan siswanya.
Oleh karena itu, seorang guru perlu melandasi semua perilaku mengajar dan edukasinya dengan ihlas. Sebagaimana deklarasi yang diteguhkan dalam diri seorang beriman dengan senantiasa mengucapkan, " inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil 'alamin." Sesungguhnya shalatku, pengurbananku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam." Dengan deklarasi ini, insyaallah seorang guru akan belajar menjadi pendidik yang ihlas dalam menfasilitasi proses pembelajaran.
Guru yang mengajar dengan ihlas, jauh dari harapan untuk dipuji, akan memberikan manfaat berlipat walaupun ilmunya masih sedikit. Kesederhanaan perilaku dan bahasa guru dalam mengajar justru mempermudah siswa dalam menyerap ilmu. Mengajar bukanlah panggung guru untuk citra diri, tetapi panggung siswa untuk mengeksplorasi potensi dan intelegensi. Wallaahu a'lam.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar