KULTUR SEKOLAH
Ketika seseorang menyebut nama sebuah sekolah, kesan pertama apa yang akan muncul dalam pikirannya ? Kesan ceria, kreatif, disiplin, bersih, bersemangat, dan penuh prestasi membanggakan atau kesan kusam, semrawut, kotor, jorok, loyo dan karenanya tidak ada satupun prestasi yang dibanggakan ? Kesan itulah yang terbangun dari proses pembentukan kultur sekolah.
Kultur sekolah menjadi salah satu daya tarik konsumen untuk menggunakan jasa pendidikan yang ditawarkan sekolah. Semakin positif kultur sebuah sebuah, maka konsumen pendidikan akan semakin tertarik kepada sekolah tersebut. Dan yang terpenting, kultur sekolah merupakan landasan dari tercapainya semua bentuk prestasi warga sekolah.
Kultur sekolah adalah serangkaian keyakinan, harapan, nilai-nilai, norma, tata aturan, dan rutinitas kerja yang diinternalisasi warga sekolah sehingga mempengaruhi hubungan sejawat dan kinerja warga sekolah dalam upaya mencapai tujuan sekolah. Kultur inilah yang menjadi pembeda antara sekolah satu dengan lainnya.
Menurut gareth R. Jones dan Jennifer M. George (2009), sebagai sebuah organisasi, sekolah ada yang memiliki kultur kuat (strong) dan ada pula yang lemah (weak). Ketika warga sekolah, dari kepala sekolah hingga bagian kebersihan, memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai yang disepakati bersama maka sekolah tersebut memiliki kultur yang kuat (strong). Nilai kedisiplinan, misalnya, yang disepakati dan diterapkan bersama secara bertanggung jawab dan penuh komitmen maka sekolah tersebut memiliki kultur yang kuat.
Sebaliknya, jika seluruh warga sekolah atau sebagian warga sekolah tidak memiliki komitmen terhadap implementasi nilai-nilai yang disepakati maka sekolah tersebut memiliki kultur organisasi yang lemah. Sekolah tampak sewrawut karena warganya kurang disiplin atau "sak geleme udele dewe" (bahasa Jawa). Dan prestasi apapun akan sulit tumbuh di lingkungan sekolah yang tidak memiliki kemapanan kultur positif.
Siapa yang bertangggungjawab membangun kultur sekolah? Semua warga sekolah memiliki kontribusi dalam mambangun dan "nguri-uri" kultur sekolah, namun kepala sekolah sebagai manager puncak , dengan kewenangan dan kekuasaannya yang lebih, memikul tanggungjawab terbesar dalam mendorong terbentuknya kultur sekolah yang positif.
Sekolah yang memiliki kultur disiplin, bersih, tertib, dan teratur pastilah dipandu oleh seorang manager yang memiliki keberanian dan kedisiplinan tinggi serta sangat perhatian terhadap detail-detail kebersihan dan ketertiban lingkungan sekolah. Sebaliknya, sekolah yang semrawut, dimana warganya, guru dan siswanya, tidak memiliki komitmen terhadap kedisiplinan dan ketertiban sekolah, dapat dipastikan kepala sekolahnya adalah sosok yang tidak bermutu, bahasa Jawa-nya "ingah-ingih" , "plendas-plendus", dan tidak berwibawa karena dirinya sendiri tidak memiliki komitmen terhadap kultur positif sekolah atau tidak mampu berdiri kokoh sebagai teladan.
Bagaimana kultur sekolah yang positif terbentuk? Kultur sekolah harus dibangun di atas landasan ilmu dan pemahaman yang memadai. Mengapa sekolah ini harus menerapkan kedisiplinan dalam berbagai hal, misalnya, harus dipahami oleh semua warga sekolah. Oleh karena itu tahapan sosialisasi menjadi langkah awal penanaman kultur, khususnya kepada warga baru, guru atau siswa baru. Melalui tahapan sosialisasi, warga sekolah mengawali proses internalisasi nilai-nilai dan norma yang dianut sekolah .
Tahapan berikutnya adalah pemantapan melalui serangkaian kegiatan pembiasaan dengan keteladanan piramid. Kepala sekolah menjadi tokoh utama keteladanan diikuti guru dan karyawan sedangkan peserta didik menjadi followers yang menyerap nilai-nilai positif dari perilaku para pemimpinnya.
Endingnya, kultur sekolah yang kuat membentuk wajah unik sekolah. Ketika masyarakat menyebut Sekolah A, maka sudah terbayang gambaran isi positif dari sekolah A tersebut. Sebaliknya, sekolah yang kulturnya lemah, maka wajah "semrawut"lah yang terbayang di benak masyarakat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar