NENEKKU, IBUKU, DAN AKU
Tagur ke-11. Nenek, jangan pernah tinggalkan Ryu sendiri iya, Nek. Janji Nenek iya.
Jadi ofisial. Bantu-bantu? Aku jadi pembantu? Akhh dasar Pelatih sialan! Memangnya tampangku cocoknya jadi pembantu apa? Aihh sial sial! Berhari-hari latihan, meninggalkan ekskul yang lain, dimarahi guru karena mengantuk, dan bibirku makin doyer karena meniup trompet terus-terusan. Eeee ujian praktek, nggak lolos. Sudah latihan mati-matian, tapi sia-sia belaka.
“Akhh akhh akhh” Aku memberontak dan bersorak sejadi-jadinya. Suaraku memenuhi lapangan sekolah. Aku tersungkur ke tanah, menunduk, kuletakkan kedua tanganku ke dada untuk menahan sakitnya kegagalan. Aku marah dengan diriku dan juga dengan alam sekitarku. Aku merasa tak berguna “masa meniup trompet nggak bisa-bisa?” Aku menyalahkan diriku sendiri. Aku lemah dan tak berdaya. Dan aku pun menangis. Menangisi semua yang telah terjadi. Hanya asa yang masih tersisa, lalu aku melangkah perlahan sambil mengusap air mataku.
“Nenek, Nek, buka pintunya Nek?” AKu memanggil Nenek dari pintu belakang rumah. Setelah kupanggil berulang-ulang, barulah pintu dibuka.
“Ryuuu? Sudah jam berapa ini Ryu? Sudah lewat maghrib tahu?”
“Iya Nek, baru siap ujian dan beres-beres di gudang alat. Karena hari ini latihan terakhir, jadi semua alat-alat harus dibersihkan dan dirapikan. Makanya Ryu lama pulang Nek,”
“Ohh begitu. Iya sudah masuklah. Langsung mandi iya, mandinya yang bersih. Gosok gigi, bershampo, lumuri semua badanmu dengan sabun dan gosok sampai bersih. Ok?”
“Iya Nenek. Ryu akan segera mandi”. Untung lampu di belakang rumah tampak temaran, sehingga Nenek tidak tahu bahwa mataku sudah bengkak karena menangis.
Siram, siram, aku terus menyirami badanku. Menyirami pakai gayung dari cepat hingga perlahan-lahan. Merasakan bagaimana air mengalir deras hingga perlahan mulai dari ubun-ubun hingga ujung kaki. Andai semua mengalir seperti air mengalir yang bebas kemana pun dia mau.
“Tok tok tok. Cepat Ryuu? Jangan lama-lama mandinya. Cepat, ayo makan. Nenek sudah sangat lapar?” Uhh lagi-lagi suara Nenek memanggil!
Aku melumuri badanku dengan sabun, menggosok keseluruhan badan, bershampo, lalu membersihkan dengan air. Gayung pun menari-nari di atas kepalaku. Haaaa air di bak hampir habis. Upss hampir lupa gosok gigi. Hahh rasanya segar, dan sakit di dada seakan hilang.
“Ryu, kenapa lama sekali mandimu”. Tanya Nenek lagi.
“Ha ha ha biar segar Nek, karena seharian di luaran. “Ckckck” Aku cekikikan membalas pertanyaan Nenek. Makanan sudah tersaji di meja. Hmm kali ini kami makan berdua saja, karena Kakak dan Abangku masih mengikuti kursus Bahasa Inggris.
“Nek, kapan Ibuku pulang Nek?” Tanyaku sambil melahap makananku.
“Apa sudah rindu berat? Baru tadi pagi Ibumu pergi, sudah merindu? Sahut Nenek sambil tersenyum dan mencubit lembut daun telingaku.
“Iya Nenek. Ryu benar-benar merindukan Ibu”
“Sabarlah menunggu, Ibumu pasti pulang. Makanya setiap saat, doakan Ayah dan Ibumu agar selalu diberkati Tuhan dan rezekinya berlimpah”
“Hmm Ryu juga rindu Ayah, Nek. Apa Ayah juga pulangnya hanya sebulan sekali?” Tanyaku lagi sambil mengamati wajah lesuh Nenek.
“Ryu, cucuku yang Baik budi dan ganteng, nantilah cerita iya. Habiskan makananmu, dan lanjut belajar, Ok?” Nenek tersenyum lebar.
Selesai makan, aku masih merapikan meja makan dan mencuci piring.
Cek roster, dan mengerjakan tugas. Haa ada dua tugas: Agama dan Bahasa Inggris. Tugas Agama siap kukerjakan, sementara Bahasa Inggris hanya menulis soalnya. Hmm tugas Bahasa Inggris kuletakkan di meja, supaya ketika Kakak dan Abangku pulang, mereka bisa menjawabnya. Paginya aku tinggal menuliskan jawabannya.
Sudah pukul 08.00 WIB, tapi Kakak dan Abangku belum pulang. Sambil menunggu, aku kembali duduk bersama Nenek menonton TV. Nenek sangat menikmati acara TV dan duduk dimanja di kursi goyangnya. Hahaha. Layar televisinya masih hitam putih tapi bisa membuat kami terhibur.
“Ryu, sudah selesai kerjakan PR? Roster juga?” Tanya Nenek penuh selidik.
“Sudah Nenek, yang tinggal PR Bahasa Inggris. Ryu nggak tahu jawabannya, karena kamus Bahasa Inggris dipakai sama Kakak”
“Hmm. Iya sudah. Besok pagi cepat bangun, supaya bisa memindahkan jawabannya ke bukumu, Ryu”
“Iya Nenek”
Saat keheningan melanda, aku menanyakan Nenek lagi.
“Nenek, kenapa Ayah harus bekerja jauh Nek? Kenapa nggak disini, supaya Ryu bisa bermain catur sama Ayah?” Tanyaku pelan.
“Hmm cucuku yang baik budi. Ayahmu cocoknya bekerja di tempat jauh, karena disini tidak ada pekerjaan yang sesuai dengan keahlian Ayahmu. Sudahlah, nggak usah tanya soal itu iya. Nanti kalau Ryu sudah dewasa, baru bisa mengerti”
“Hmm. Jadi Ibuku, kenapa harus keluar kota setiap minggunya Nek?
“Ryu, Ryu. Yang namanya berdagang, iya seperti itu. Seperti Ibumu, pagi-pagi subuh sudah pergi, dan malam-malam baru bisa pulang dan kadang harus keluar kota. Kenapa tanya itu lagi Ryu?” Tanya Nenek sambil memegang tanganku.
“Iya Nek, nggak bisa peluk Ibu disaat Ryu butuh” Hmm hatiku sedih karena gagal jadi anggota Drumband.
“Ryu, masih ada Nenek disini menemanimu setiap waktu. Apa kasih sayang Nenek masih kurang untukmu Ryu?” Nenek pun jadi terharu dengan keluhanku.
“Nenek, Ryu tahu kalau Nenek begitu menyayangiku. Ryu rindu berkumpul bersama lagi. Ada Ayah, Ibu, Nenek, Kakak dan Abangku. Apakah saat Imlek nanti, bisa berkumpul semua Nek?” Dan air mataku tak bisa lagi kubendung. Aku menangis.
“Ryuuu, kamu menangis?” Tanya Nenek lebih lembut lagi.
“Cucuku yang Baik budi, Nenek juga merindukan kebersamaan itu. Semoga Imlek nanti kita berkumpul semua. Kita berdoa bersama iya”. Aku hanya manggut-manggut dan memeluk Nenek erat sekali.
“Nenek, jangan pernah tinggalkan Ryu sendiri iya Nek, Janji iya Nek”. Aku menunjukkan jari kelingkingku dan mengikatkan jariku ke jari Nenek.
“Ryu, Nenek mau cerita. Dan semoga cerita ini membuatmu lebih dewasa, rajin sekolah, sopan dan santun, mandiri, dan lebih sayang lagi sama Nenek iya”. Nenek pun menarik nafas panjang untuk memulai ceritanya.
“Iya Nek, Ryu akan mendengarkannya”
“Ryu, Nenek sangat menyayangimu. Sejak bayi, umur 6 bulan, Nenek sudah merawatmu. Kenapa? Karena Ibumu harus bekerja, dan Ayahmu bekerja di luar kota. Bayangkan saja, sejak itu sampai sekarang, Neneklah yang tetap menjagamu. Maafkan Nenek iya. Jika Nenek belum bisa memberikan yang terbaik untukmu. Maafkan Nenek, karena melibasimu dengan rotan iya,” Air mata Nenek mengalir deras. Aku terdiam menangis dan merasakan sentuhan tangan Nenek di rambutku.
“Ryu, juga sangat menyayangimu Nek, Sungguh!”
Malam itu, aku tertidur di pangkuan Nenek. Beban yang kupendam, perlahan-lahan melebur. Cinta dan kehangatan dapat melebur segala kesesakan di dada. “Aku bermimpi berada diantara bintang-bintang di langit”.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
inspiratif ceritanya......Salam Literasi
Bagus tulisannya
Waw...keren Bunda
Bagus ceritanya, bu..
Duuhh...bikin mewek jg crt nya, say.
Mantap ceritanya
Semangat ibu untuk terus menulis
Semangat ibu untuk terus menulis