The True Happiness
The True Happiness
Bahagianya menjadi guru saat akhir tahun ajaran, banyak wali murid yang memberi hadiah sebagai ucapan terima kasih telah mendidik anaknya selama setahun ini. Macam-macam hadiah yang diberikan wali murid, ada tas, sepatu, baju bahkan peralatan rumah tangga. Wah senangnya dapat begitu banyak gratisan. Tapi apakah hal ini merupakan kebahagiaan yang tertinggi? Tidak ! Kadang kita kecewa karena barang yang diberikan tidak sesuai dengan keinginan kita, kurang besarlah, warnanya ga cocoklah dan lain sebagainya. Kalau itu sih namanya tidak bersyukur, dikasih masih protes. Bahkan malah ada guru yang membandingkan antara wali murid yang satu dengan yang lain, kok mamanya Si A cuma ngasih barang begini padahal kan kaya, kok ayahnya Si B tidak ngasih ya. Ternyata kebahagiaan tertinggi bukan saat kita menerima. Saat kita menerima sesuatu kita tidak bisa memilih yang kita mau, kita harus rela menerima apa adanya.
Lalu kapan kita merasakan kebahagiaan yang tertinggi itu? Believe it or not! Kebahagiaan tertinggi justru kita rasakan pada saat kita memberi orang-orang yang membutuhkan. Membayangkan wajah-wajah yang berbinar saat menerima pemberiaan kita membuat hati kita tenteram. Rasanya tak sabar menunggu besok untuk menyampaikan pemberian kita. Sedikit pemberian kita sangat berarti bagi orang yang membutuhkan. Uang Rp.50.000 bagi kita tidak berarti, tetapi bagi orang-oarng yang kekurangan uang itu sangat berarti. Ada pepatah mengatakan “ Sebutir yang kita berikan dengan ikhlas, segenggam yang mereka terima”. Kalau yang kita berikan segenggam jadi seember dong yang mereka terima?
Kebahagiaan tidak akan berkurang ketika kita membagi kebahagian itu dengan orang lain, bahkan kebahagiaan itu akan bertambah. Begitu jg dengan rizki yang kita berikan untuk orang yang membutuhkan tidak akan mengurangi rizki kita, namun rizki kita malah bertambah. Doa dari orang yang kita beri menjadikan rizki kita berlipat ganda.
Lain ceritanya jika yang kita beri bukan orang yang membutuhkan tetapi orang yang sudah berkecukupan bahkan berlebihan dan pemberian kita tidak ikhlas, melainkan mengharapkan pamrih. Contohnya memberi pejabat dengan harapan kita ditempatkan di posisi yang bagus atau perizinan bisnis kita dipermudah walaupun jelas-jelas melanggar aturan. Seember yang kita berikanpun, hanya sebutir yang mereka terima karena sebenarnya mereka tidak membutuhkan pemberian kita. Jadi memberi jika salah sasaran dan dengan mengharapakan pamrih, pujian dan lain-lain tidak membuat kita bahagia, justru membuat kita menderita dan bahkan berdosa.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Betul, bunda. Saat yang paling membahagiakan adalah ketika kita bisa berbagi. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, bunda.
Salam kenal Pak. Sy baru di Gurusuana
Mantap dan perlu dicontoh bu
Salam kenal Pak. Sy msh baru
Betul sekali Bunda, semoga sukses selalu dan berkah. Aamiin YRA.
Terimakasih Bu
Betul bund, sejatinya bahagia itu ketika busa ikhlas. Sukses selalu dan barakallah
Salam kenal Bu
Bagus bisa menginspirasi banget
Salam kenal Bu. Terimakasih komen nya