Ani Hidayati

Ani Hidayati, lahir di Trenggalek, 27 Januari 1978. Penyuka kue basah. Peaceful love. Pengajar di MTsN 5 Jember...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tergelincir di Sungai (tagur 59)

Akhirnya, saya dan Aisyah menjemput yang lain dengan memakai motor. Sementara, Riska menunggu di pos (sebut saja begitu). Sampai di bawah, Aisyah membonceng Khusnul, saya membonceng Ratih. Sesampainya di pos, saya turunkan dia, dan kami turun lagi untuk membonceng Siti dan Nova. Dan..begitulah. sampai di pos, ternyata kami harus naik lagi. Kali ini saya membonceng khusnul untuk melanjutkan perjalanan, dan Aisyah membonceng Siti. Sepuluh menit perjalanan, Aisyah berhenti di depan rumah. Sayapun ikut berhenti dan meminta Aisyah untuk langsung masuk saja ke pekarangan rumahnya. Tapi Aisyah bilang bahwa kita belum sampai. Dia harus menjemput lagi teman-temannya.

Oh, God!! Oke...jadi kita berhenti lagi, kita nge pos lagi. Pos yang kedua. Setelah semua sampai, kita jalan lagi menanjak lagi. Dan ketika Aisyah berhenti, saya sudah memastikan bahwa dia telah menentukan pos3!

“Bu, sepeda kita di taruh di sini saja bu.” Pinta Aisyah

“Lha, ini rumah siapa?” tanya saya, ketika Aisyah memarkir sepeda di rumah seseorang.

“Ini rumah saudaranya Adel bu. Tapi rumah Adel tidak bisa dijangkau sepeda.” Jelas Aisyah.

“Dekat kok bu, kita tinggal menyeberang jalan ini” sahut Riska

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga rumahnya.

Kami memarkir motor di pekarangan yang katanya masih saudara dekat Adel. Setelah mohon ijin, kami menyeberang jalan untuk menuju rumah Adel. Saya berasumsi, bahwa rumah Adel pasti de belakang rumah yang akan saya lewati. Anggapan saya keliru, rumah itu hany kami lewati saja, dan kami lewat samping rumah itu, ke belakang lurus melewati rimbunnya tanaman rerumputuan tinggi, luerus kami bertemu dengan pohon pohon singkong. Jalanan agak menurun, sehingga kami harus hati – hati. Dan bertemulah kami denganaliran sungai yang dangkal jernih dan banyak bebatuan besar di dalamnya. Namun karena surut, batu batu besar tersebut menembul menampakan diri seperti jembatan batu. Saya berbelok untuk melintas di pinggir sungai, namun Khusnul mencegah saya.

“ibu mau kemana? Kita menyeberang sungai ini, bu!” kata Khusnul

“Hah! Menyeberang sungai??” ga da jalan lain? Kalau melintasi di pinggirnya, tidak akan sampai ke rumahnya? Tanya saya beruntun

“Ga ada bu! Ini jalan satu-satunya!” Lanjut Siti

“Setiap hari Adel juga harus menyeberangi sungai ini, bu!” Cerita Aisyah. “bahkan dia sering terpeleset di sungai ketika menyeberang. Kalo sudah terpeleset, bajunya basah semua. Jadi, dia pulang lagi! Mau melanjutkan ke sekolah lagi, sudah tidak ada waktu. Adel berangkat sekolah jam setengah enam dengan jalan kaki. Makanya bu, Adel jadi sering tidak masuk sekolah.” Jelas Aisyah

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantul cerpennya bun, next

01 Dec
Balas

makasih bund..

03 Dec

Ditunggu sambungannya bunda.. salam literasi

01 Dec
Balas

siap... matur suwun

03 Dec

Menarik cerita bu..salam sukses

01 Dec
Balas

terima kasih..

03 Dec



search

New Post