Teacher as Coach: “Topi” Kreatif Pendidik Zaman Now
Pentingnya Pendidik Berperan Sebagai Coach
Dalam salah satu sesi coaching saya terkadang hanya terpaku haru menyaksikan seorang siswa dan ibunya berpelukan menangis tersedu, menumpahkan emosi yang selama ini tertahan. Muncul setelah digali dengan pertanyaan eksploratif, ... “saya harus kuat umi.. agar saya mencapai target belajar dan sukses, sehingga umi bahagia”. Dan selama ini ibunya belum tahu kalau anaknya di sekolah tertekan sedemikian rupa oleh salah satu gurunya. Dari sinilah coaching sangat efektif dan kreatif untuk dipahami oleh pendidik agar proses pendidikan berjalan optimal. Dan dalam waktu yang tidak berselang lama mereka orangtua dan anak tertawa gembira merayakan suasana kelegaan yang tiada tara usai sesi coaching.
Tulisan ini hanya berbagi, tentang pendekatan coaching sebagai paradigma baru bagi pendidik agar peserta didik tergali potensinya baik dalam pendidikan dirumah maupun disekolah. Mengapa banyak peserta didik yang belum tergali dengan baik seluruh potensi mereka? Salah satunya adalah karena pendidik masih menggunakan pendekatan konvensional dalam mendampingi mereka, intruktif dan mendominasi.
Peran pendidik sebagai coach menjadi sangat mengasikkan karena pendidik akan menjadi saksi pertama bagi perubahan demi perubahan peserta didiknya yang menakjubkan. Pendidik juga akan memahami waktu yang ideal bagi aktivitas peserta didik, memahami kondisi kejiwaan “emosi-psikologis” peserta didik, sehingga permasalahan apapun yang muncul diharapkan tidak salah mendiagnosa sehingga tepat dan benar dalam penanganan dan menemukan jawaban solutif bagi pendidikan peserta didik. Disinilah kompetensi percakapan coaching yang dimiliki pendidik sangat membantu bahkan meningkatkan daya nalar kritis dan kreatif peserta didik khususnya pada usia sekolah..
Disinilah peran utama pendidik dalam mengawal pendidikan bagi peserta didiknya melalui hal yang utama ketika peserta didik mulai sekolah dengan memilih setiap program kebutuhan belajarnya, mendialogkan program sekolah yang tepat bersama peserta didik, mengetahui siapa teman-temannya di sekolah, membantu fokus menemukan solusi, bukan fokus pada masalah dari setiap masalah yang dihadapi peserta didik, selalu bekerjasama dengan guru sejawat di sekolah bahkan persoalan kapan dan seperti apa dalam memberikan reward dan puniscment yang tepat dan benar bagi peserta didik dengan sendirinya akan terjawab melalui proses coaching. Disinilah sesungguhnya pendidik sangat penting berperan sebagai coach, teacher as coach. Sehingga tidak lagi ada peserta didik merasa terkurung di sekolahnya sendiri.
Apa itu Coaching dan Teacher as Coach?
Coaching sendiri adalah pendekatan sangat populer yang saat ini banyak dikembangkan oleh organisasi (corporation) besar bagi tercapainya high performent dan ROI (Return On Investment) perusahaan. Dan sebagai pendekatan yang powerfull, coaching telah banyak mengubah organisasi perusahaan besar tersebut mampu establish disaat yang lain terpuruk. Dan coaching juga bisa diaplikasikan bagi pengembangan individu, termasuk pendidik dalam menggali setiap potensi peserta didik, dan bagi guru bisa dilakukan dalam peningkatan pembelajaran di kelas maupun dalam medesain action/lesson plan berbasis potensi diri peserta didiknya.
Coaching sendiri menurut Natalie Ashdown (2008) dalam Bring out Their Best adalah teknik yang sangat kuat dalam mendengarkan dan bertanya yang memungkinkan seseorang mendapatkan kesadaran dan mengidentifikasi mereka ingin menjadi seperti apa, di mana mereka sekarang, apa pilihan yang mereka miliki untuk membuat mereka bergerak maju dan apa tindakan yang mereka benar-benar mereka akan lakukan untuk bergerak maju”. Sementara ICF (International Coach Federation) mendefenisikan coaching sebagai “Coaching is partnering with clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to maximize their personal and professional potential” yaitu, sebuah bentuk kerja sama dengan klien (coache: individu) dalam menstimulasi pikiran dan proses yang kreatif dalam diri peserta didik (klien), sehingga dapat menginspirasinya untuk memaksimalkan potensi, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam karier profesionalnya. (Loop Indonesia, Modul 1, 2014).
Coaching; “Topi” Kreatif Bagi Pendidik
Jika coaching dijalankan dengan bentuk kerjasama dalam menstimulasi, menginspirasi dan memaksimalkan potensi individu (termasuk peserta didik), maka parent as coach yang merupakan “topi” atau peran kreatif pendidik sebagai coach dapat didefinisikan yaitu kemampuan pendidik yang sangat kuat dalam dialog bersama peserta didik-peserta didiknya agar memungkinkan mereka mendapatkan kesadaran, identitas diri, kemauan akan seperti apa, di mana posisi mereka saat ini, apa pilihan untuk diri mereka agar tetap bergerak maju mencapai tujuan (goal) yang diharapkan baik dalam belajar di sekolah maupun dirumah.
Dari definisi diatas pendidik diharuskan dekat dengan peserta didik (intimacy), memiliki kemampuan membangun kepercayaan (trust), aktif mendengarkan apa keluhan mereka (active listening), serta kemampuan-kemampuan yang lainnya yang dipersyaratkan coaching berjalan efektif (managing proccess), khususnya dalam berdialog secara kreatif (powerful quetioning) dan kemampuan goal setting dan menciptakan tanggungjawab atas keputusan yang diambil peserta didik dalam setiap sesi percakapan coaching dengan peserta didik-peserta didik merupakan kunci berhasilnya pendidik memiliki “topi” seorang coach.
Dari sinilah pendidik sesungguhnya memiliki peran signifikan dalam menggali setiap potensi peserta didik-peserta didiknya melalui mengganti topi atau peran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Bagaimana Coaching Bisa Dijalankan
Kenyataan dilapangan dalam dunia pendidikan, tidak banyak pendidik yang mampu menghargai keputusan dan pilihan yang diambil peserta didik. Dalam banyak peritiwa berapa kali pendidik membentak, bahkan ringan tangan sehingga peserta didik semakin mengeras menolak permintaan, atau nasehat pendidik, justru peserta didik semakin jauh dan tidak mencintai belajar. Disinilah nilai-nilai coaching mencoba menjembatani gap antara peserta didik dengan pendidik sehingga pendidik dan peserta didik menikmati kerjasama dalam mencapai goal yang ditentukan peserta didik secara mengasikkan. Agar peran pendidik sebagai coach bisa optimal, berikut beberapa kunci yang harus dimiliki pendidik sebagai coach.
Pertama, memaksimalkan potensi peserta didik. Kita sebagai pendidik harus mau berproses memahami potensi dan kecenderungan peserta didik kita, melalui banyak tools yang tersedia. Dibeberapa sekolah swasta yang sudah baik dalam memahami potensi peserta didik, maka sekolah biasanya memberikan kesempatan setiap siswa dengan alat test khusus, seperti test minat dan bakat, test IQ, AQ, MIR dan tools lainnya yang memberi gambaran kecenderungan dan potensi serta keberbakatan yang menonjol pada diri peserta didik-peserta didik kita.
Kedua, membangun kesadaran spikologis. Pemahaman dasar spikologis peserta didik dan perkembangannya bisa membantu kita untuk berdamai dan berperan “memakai topi” kapan pendidik menjadi mentor, guru, teman, bahkan sebagai coach bagi peserta didiknya. Sehingga pendekatan yang dilakukan pendidik tidak sia-sia, menemukan tempat dan waktu yang tepat dalam internalisasi “nilai-nilai keluarga” yang diharapkan masuk kedalam alam bawah sadar peserta didik-peserta didik. Kemampuan untuk memadukan dan mengevaluasi dengan akurat dan membantu peserta didik sadar dan bergairah untuk mencapai hasil atau tujuan yang disepakati sangat membantu pendidik dan peserta didik menemukan potensi dirinya.
Ketiga, hadir sepenuhnya untuk peserta didik (presence and active listening). Kehadiran teknologi dan informasi (smartphone) cukup membuat generasi zet (Z) tertantang saat ini, generasi z yang lahir antara tahun 1995-2010 (Generation Theory) memiliki karaktersitik unik; fasih teknologi, sosialisasi dunia maya tinggi dan multitasking sangat berdampak dalam kehadiran bersama pendidik. Oleh karena itu pendidik harus memenuhi kebutuhan akan “lapar”nya pengetahuan dan perasaan mereka dalam merespon keadaan tersebut untuk selalu meluangkan waktu khusus buat mereka.
Pelayanan pendidik terhadap peserta didik tidak hanya sebatas pemenuhan atas kebutuhan pendidikan formal dan materi fisik saja namun justru berada disamping peserta didik, mendengar secara aktif dan hadir sepenuhnya secara menyeluruh adalah hal lain yang paling penting dalam kehidupan peserta didik-peserta didik. Maka wajar saja kemudian banyak peserta didik mencari profil atau teladan selain pendidik karena mereka menganggap pendidik tidak hadir dalam pikiran, perasaan dan tingkah laku mereka.
Keempat, pertanyaan yang memiliki kekuatan (powerful quetioning). Pertanyaan yang diajukan terbuka, reflektif dan memiliki penemuan dan pemahaman baru, serta yang menantang dan membangun adalah komptensi yang harus muncul dalam sesi coaching oleh pendidik. Hal ini membantu siswa tereksplorasi dan terstimulasi pemikiran, perasaan dan tindakan nyata yang akan dilakukan (goals). Pertanyaan-pertanyaan tertutup dan justifikasi adalah hal wajib ditinggalkan oleh pendidik dalam sesi coaching.
Kelima, membangun komitmen bersama. Mendorong peserta didik agar bertanggungjawab dalam mengambil keputusan sepenuhnya terhadap pilihan yang menjadi tujuan peserta didik adalah kunci utama dalam akhir sesi bagaimana coaching bisa berjalan dengan efektif dan berhasil. Goal atau tujuan yang diinginkan peserta didik, bukan goal atau tujuan yang ditentukan oleh pendidik semata, dengan demikian pendidik hanya sebagai pemantik melalui kecakapan dialog coaching yang terarah dan terstruktur dengan membuat kesimpulan (summary) dari setiap coaching yang dijalankan. Hasilnya adalah sebuah komitmen bersama dalam proses menuju goal yang ditetapkan.
Setelah sepenuhnya pendidik memahami bagaimana coaching bisa dilakukan dengan memaksimalkan potensi, membangun kesadaran, hadir sepenuhnya kepada mereka, mengenal pertanyaan yang menggugah (powerful) dan bagaimana membangun komitmen bersama maka selanjutnya dapat dipraktekkan dalam menjalankan sesi-sesi menakjubkan bersama peserta didik!.
Coaching bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja ketika kondisi dibutuhkan. Ketika memulai belajar di sekolah pendidik bisa membangun kedekatan dengan hadir menyapa di pintu kelas/sekolah, berdialog dengan peserta didik ketika berjalan dilorong kelas atau waktu istirahat. Banyak model dan kreatifitas coaching bisa dipraktekkan, antara lain: GROWTH (Goal, Reality, Options, Will, Tactic dan Habits) yang sering dipakai dalam praktik coaching oleh para coach. Atau dengan pendekatan STUDENT Coaching yang dikembangkan oleh penulis dibeberapa sekolah. STUDENT sendiri adalah proses coaching yang meliputi: Situation, Target, Urgency, Development, Exploration, Need dan Treatment.
Meminjam istilah Bunda Yessy dalam sebuah bedah buku (13 Bidadari Cinta oleh MBS di FKIP UHAMKA, 2016) kita adalah “muaddib” bagi mereka. “Addibuu auladakum fi zamanikum”, demikian Sahabat Ali RA menegaskan, jadilah coach bagi peserta didik-peserta didik kita, karena mereka akan hidup tidak sama dengan zaman kita. Mereka akan mengaruhi kehidupan dan merantau kesegala penjuru mata angin yang pendidik tidak tahu ada ancaman dan bahaya apa yang menghadang. Sudah siapkah Anda menjadi pendidik bagi peserta didik-peserta didik Anda?. Selamat mencoba para pendidik generasi milenial atau Z (zet). Semoga bermanfaat.
Andri “You” Yulianto, Alumni Certified Professional Coach Program (CPCP) 88 Coaching Hours Batch 7 Loop Indonesia-ICF (International Coach Federation) Chapter Jakarta (2014-2015).
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar