Peran Utama
Tagur Ke-95
Hanania pagi-pagi sudah muncul di hadapanku. Seelok itu. Aku menangkapnya dalam sekejap. Bayangan tubuhnya yang ideal. Perempuan pencuri hatiku. Ia hadir setiap waktu bagai diriku sendiri.
Hanania yang cantik itu masih suci sesuci bayi yang baru lahir. Aku ingin melamarnya. Ia kujadikan milikku satu-satunya. Satu-satunya yang kucintai di bumi ini.
"Pak Ardi, dipanggil ibu. " lamunan itu buyar. Supirku mengacau semuanya. Kacau. Aku menatapnya sewot. Ia pergi ketakutan.
Si monster rakus itu aku. Mana ibu yang memanggilku? Ia istriku yang gendut. Bodinya tak ada bentuk. Sial sekali aku menikahinya. Ah, lagi-lagi bayang Hanania memabukkan pikiranku.
"Pak... Neng ndi to bapak iki lho tak goleki kok malah merem-merem mesam mesem. " cerewetnya perempuan ini. Malas kali aku mendengarnya.
"Apa sih bu? "
"Itu Ali minta uang jajan, mau berangkat kuliah. Buruan pak, nanti terlambat. " serunya menggelegar. Cerewet kali...
"Iya, bentar. Orang kok ndak sabaran amat. " Aku merogoh dompetku. Menarik dua kartu atm. Oh iya baru ngeh, ini sudah tak berduit. Yang satu ada di Hana. Duh kepiye iki? Mulailah gusar.
"Mana pak, selak ditunggu iki lho. "
"Iya ya ya ya! " bentakku.
Aku baru ingat, aku memberikan atm itu kepadanya. Alamat ajur dino iki.
"Bapak... Pak... Gimana ini? "
"Tunggu bu. " Ku sabet kunci mobilku. Ku tuju rumah sayangku. Kesayanganku yang paling cantik.
Selang sepuluh menit, tepat di teras rumahnya. Hananiaku sedang apa kau di sana? Pintu rumahnya tak ditutup. Aku merangsek masuk memberinya kejutan. Kedatanganku yang tiba-tiba pasti membuatnya bahagia. Tak kusamgka, Hanania sedang menerima tamu. Seorang pria kekar berkumis. Marahnya aku. Bogem mentahku mendarat di pelipis pria itu. Ia tersungkur. Aku tarik lengan Hana. Aku lempar sumpah serapah padanya. Dan kutanya atmku.
"Pak Ardi... Ada apa pak?" ucapnya penuh isak tangis. Hai, jelita. Kau tanya ada apa? Kau pikir aku apa.
"Siapa kau". Kini giliran pria itu mengguncang tubuhku. Aku jatuh tersungkur. Tepat di balik lemari. Ku lihat cermin di sampungku. Astaga kagetnya, ini foto pernikahan Hana dengan pria itu. Ku pikir janda. Tak tahunnya istri orang. Aduh sial sekali aku.
"Sudah mas sudah! " aku dengar teriakannya menahan si badan kekar. Bagaimana ini. Aku kok malu sekali ya. Yasudah aku kabur. Bagaimana ini, lewat mana ini. Aduh! Atm atau pukulan si kekar? Ah, kabur saja.
Aku lari tunggang langgang. Mobil ku kemudikan secepat-cepatnya. Dasar perempuan. Tipu-tipu aku sesukamu. Ya, aku lelewat pede, terlalu baper dan ge-er. Mungkin ini yang dinamakan puber ke dua.
Aku turun dari mobil. Istriku menjerit melihat wajahku lebam berdarah-darah.
"Bapak... Bapak kenapa. Ya Alloh apa yang terjadi dengan suamiku. " perhatian sekali istriku. Maafin aku bu.
"Anang... Sini nak. Tolongin bapakmu. " anang berlari ke arahku. Memapahku penuh khawatir. Sambil mengompres lukaku, istriku tak sedikit pun berhenti komat kamit berdoa. Isak tangisnya sungguh menyayat hatiku.
"Bapak kenapa to pak kok bisa bonyok kaya gini? " tanya anakku penuh rasa ingin tahu. Istriku pun demikian. Mereka menatapku penuh iba. Aku harus jawab apa. Maka kukarang cerita kalau aku kerampokan. Demi mempertahankan atm, aku duel dengan perampok. Duh, malunya. Mendengar cerita bohonan yang ku karang, mereja memelukku tak berhenti menangisiku.
"Ya Alloh saya taubat. "
Hanya fiksi.
Bekasi, 27/09/2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar