SANG PENGUASA BIANG KEROK
SANG PENGUASA BIANG KEROK
(Cerpen Anah Tiranda)
Ibu Khatijah terlihat mondar mandir di lorong dekat meja kerjanya, saat aku memasuki ruang guru. Melihat hal tersebut, aku bisa memastikan ada sesuatu yang sedang berkecamuk dalam pikirannya. Aku sudah sangat memahami karakternya. Dia jarang menyampaikan terlebih dahulu setiap masalah yang sedang dihadapinya. Kalau mau kepo dengan masalahnya silakan bertanya langsung ke dia, barulah dia akan bercerita. Itu pun dengan sedikit desakan.
Aku menuju meja kerjaku yang berseberangan dengan meja kerjanya. Beberapa rekan guru yang lain sudah datang dan sedang memeriksa berkas perangkat yang akan dibawa ke kelas masing-masing. Sebagian lagi sedang berkumpul bercengkerama membahas masalah politik menuju 2024.
"Ada masalah, Bu?" tanyaku to the point memandang wajahnya. Dia sekilas memandangku lalu duduk di kursi depan mejaku, kursi Bu Wiyanti.
"Aish... Bu Gina berulah lagi, Bu."
Terlihat wajahnya yang kesal mengganggu penampakan wajah cantiknya. Bibirnya sebentar-sebentar dikulum menahan kekesalannya.
"Ulah apa lagi yang diperbuat Si Biang Kerok itu?" tanyaku sembari memperbaiki posisi dudukku bersiap mendengar semua informasi yang akan disampaikannya.
"Dia main fisik ke siswa, anak walinya. Tidak hanya ke satu anak, tapi hampir semua anak."
Seerrzz.... serasa tersengat aliran darahku, telingaku sontak berdengung, dan jantungku terpacu kencang. Masalah kekerasan fisik akan berimbas ke jurusan. Bisa-bisa kami semua yang di jurusan bahkan sekolah akan kena getah masalah itu. Apalagi slogan No Bullying lagi giat-giatnya didengungkan.
"What? Kenapa bisa, Bu? Bisa gawat kalau begitu. Bagaimana kejadiannya? Siapa yang bilang?" Cepat kucecar Bu Khatijah mencari tahu informasi yang mengejutkan ini.
Wajah Bu Gina otomatis muncul di benakku. Orangnya sebenarnya cantik (sekedar pemberitahuan saja bahwa guru-guru di jurusanku semuanya cantik). Kalau dia tersenyum jelas terlihat kecantikannya. Hanya saja karena dia sering marah-marah dan mengeluh maka wajahnya terlihat sedikit sangar membuat siswa takut kepadanya. Belum lagi kelakuan minusnya yang membuat illfeel.
Saat Bu Khatijah hendak bersuara, terdengar suara Bu Wiyanti yang muncul dari pintu belakang.
"Assalamualaikum... "
"Waalaikumsalam," jawab kami .
"Ibu ... sudah dengar berita Bu Gina menampar anak-anak?" Tergesa-gesa Bu Wiyanti menuju ke arah kami.
"Ya sudah. Ini kami sedang membahasnya," sahut Bu Khatijah.
"Aduh kasihan anak-anak itu. Hanya perkara sepele saja sampai diperlakukan begitu," lanjut Bu Wiyanti.
"Apa masalahnya sebenarnya?" tanyaku yang masih penasaran dari informasi sebelumnya.
"Bu Gina menampar pipi, menyambak rambut, menarik telinga dan kerudung anak-anak gara-gara mereka tidak membawa berkas yang dia perintahkan. Itu yang saya dengar dari anak-anak, Bu," terang Bu Khatijah.
"Anak-anak protes mau melapor ke polisi," timpal Bu Wiyanti.
"Akhirnya kena batunya juga Si Jagoan Biang Kerok," ucapku dalam hati.
Bagaimana tidak, selama ini kelakuan Bu Gina sudah meresahkan kami di jurusan. Terlalu banyak gerakan tambahan termasuk bohong-bohongnya. Belum lagi susah diajak kerja sama dan agak pelit kalau diajak patungan untuk sesuatu hal menyangkut jurusan. Jurusan kerap disoroti karena dia yang malas mengajar. Hanya meninggalkan tugas ke siswa lalu keluar entah kemana. Kami semua, rekan kerja sejurusan sudah pernah mengalami masalah bersamanya. Saat diminta tolong untuk mengganti masuk dengan menukar jam sementara, yang terjadi dia akan ingkar masuk ke jam pelajaran kami padahal kami telah mengisi jamnya sebelumnya. Sehingga kami sering kena tegur pimpinan karena ulahnya.
"Terus... sudah disampaikan ke Kepala Sekolah? Apa tanggapan Pak Bos?" tanyaku kemudian.
"Belum, Bu. Kepala Sekolah sedang ke kota urusan dinas. Lusa baru pulang," terang Bu Khatijah."Wakasek kesiswaan sudah dilaporkan oleh Pembina OSIS. Setelah mendapat perlakuan itu anak-anak melapor ke Pak Suyuti. Katanya dia tidak mau datang menyelesaikan masalah ini sewaktu ditelpon. Dia ngotot mengaku dia sudah benar."
"Ya sampaikan saja permohonan maaf kepada anak-anak nanti, Bu. Suruh mereka sabar saja dan banyak berdoa melapor kepada Yang Maha Kuasa sebenarnya. Mau apalagi seperti biasa semua akan kali nol. Mau diapakan juga hasilnya akan tetap begitu," ujarku pasrah.
"Betul, Bu. Paling juga Pak Bos akan membelanya. Kan dia bosnya Pak Bos," sambung Bu Wiyanti.
Akhirnya benar apa yang kami perkirakan. Perkara ditutup. Tidak ada kejelasan. Dia tetap seperti biasa. Seolah tidak pernah ada hal besar yang dia lakukan. Anak-anak pun juga sudah bisa menerima walau sakit. Kami bisanya apa karena yang dihadapi adalah Sang Penguasa Biang Kerok, racun jurusan.
Bantaeng 5 Januari 2023
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar