~Kutentang asa merengkuh tepi masa; Senja~

Sumringah langit di atas kota Kedungsuko, tak mampu melerai debat kusir antara suami-istri yang biasanya tampak harmonis itu. Dua-duanya tidak ada yang mau mengalah, mempertahankan keinginannya masing-masing. Jian-Thenan yang terkenal visioner, menghendaki anaknya bersekolah di Sekolah Penerbang (Sekbang), sementara Two-Kyo suaminya, berharap agar anaknya dikirim ke pesantren saja. Menurutnya, mata pelajaran di pesantren, meliputi berbagai bidang ilmu dunia maupun akhirat. Jika ingin menjadi ‘penerbang’ andal, pesantren juga bisa, katanya berdalih.

Jian-Thenan tak bergeming. Dia masih bersikukuh bahwa, meskipun syarat tinggi badan anaknya melampaui batas, dia berjanji akan mencarikan obat pemendek badan. Jika perlu, membeli Suket dari dokter gigipun akan dilakukan, asal anaknya dapat bersekolah di sana. Kemauan istrinya itu mendapat perlawanan sengit dari suaminya. Pria penyuka film-film india itu lebih suka jika anaknya tidak mengubah tampilan dirinya menjadi lebih pendek dari yang sekarang. Nah, alasannya gak berkelas banget, kan?

Dimediatori pak Tua, penjual angkringan batas kota, perundinganpun berlanjut, mencari solusi dengan win-win solution. Setali tiga uang, pak Tua malah sepakat dengan Two-Kyo, mengirim anaknya ke pesantren saja. Mengetahui persekongkolan mereka berdua, istrinya mencecar pertanyaan dengan sengit, atas alasan apa anaknya dikirim ke pesantren. “Anakku, tak hanya sebagai penerbang, di pesantren nanti, anakmu bahkan bisa memiliki ‘kapal’ terbang.” Kata pak Tua sambil menunjukkan kulit telapak tangannya yang menebal. Pak Tua adalah pemain terbang andal di jamannya.

Grobogan, 02-08-2020

#Pentigraf (28)

#tantangangurumenulis_33_gurusiana.id

By: Mistersun