TantanganGurusianaHari ke - 16
INIKAH HIDUP ?
Fika menjalani hidup tanpa ayah dan ibu. Orang Kampung pun merasa sedih melihat Fika sendiri. Mereka saling membicarakan Niar.
“Kenapa ya, si Niar tega meninggalkan anaknya? Kenapa ia tidak membawa saja anaknya itu? kasihan sekali gadis kecil itu. Masih kecil sudah merasakan pahitnya hidup. Nasib baik tak berpihak padanya. Jadi apa dia nanti ya? Ia harus menapaki kehidupan ini sendiri”.
Kehidupan memaksa Fika untuk mandiri. Ia harus mengurus dirinya sendiri. Mandi sendiri, pakai baju sendiri. Pergi sekolah berjalan kaki sendiri. Mau tak mau ia harus menjalaninya. Kepada siapa ia harus teriak? Kenapa ia yang harus ditinggalkan Amak? Apalah yang diketahui oleh anak seumur itu. Sepulang sekolah ia dapat bermain bersama teman – teman sudah merupakan keberuntungan dan kebahagiaan baginya. Ia bermain kejar – kejaran, lompat tali, main petak umpet, bermain congklak bersama teman – teman di lingkungan tersebut. Hari berlalu bulan berganti Fika melalui rutinitas seperti anak lain, bermain.
Di lain tempat Niar yang tinggal di Jambi. Ia lebih memprihatinkan lagi. Sesampai di Jambi. Mereka tak punya rumah untuk tempat bernaung. Suaminya hanya menumpang tinggal di rumah temannya. Kalau ia sudah memiliki keluarga tentu tak mungkin ia akan menumpang dan menjadi beban di rumah tangga orang lain.Untunglah teman suaminya yang hidup berkecukupan memberikan tempat tinggal. Rumah tersebut berada di sebuah ladang kebetulan saat itu kosong, karena penjaga yang biasa disana sudah pulang ke Jawa. Rumah tersebut terletak di pinggiran kota Jambi.
Niar hidup dari hasil pekerjaan suaminya sebagai agen di terminal bus Kota Jambi. Niar dan anaknya akan makan kalau suaminya sudah pulang dan membawa bahan dapur untuk dimasak. Siang hari niar menanam batang ubi dan jagung di area ladang tersebut. Rindu yang teramat sangat kepada Fika terpaksa ia tahan. Niar mempertimbangkan jika Fika ia bawa ke Jambi dimana anaknya itu akan bersekolah? Jarak sekolah dari tempat tinggalnya sangat jauh. Kalau di kampung ia rasa Fika cukup aman. Bibi pasti tidak akan menyia – nyiakan anaknya.
“ Biarlah dulu Fika di kampung ya nak,sabar...... . Suatu saat ibu akan menjemput Fika.Ya Allah tolong lindungi anak hamba” bisik Niar.
Hari demi hari berada dalam kekurangan coba dilalui Niar dengan sabar. Pernah suatu kali mereka kekurangan air untuk minum untuk dimasak. Niar harus mencari air. Sumur bersih hanya ada di sumur yang berjarak 50 meter dari rumahnya. Suaminya belum pulang kala itu. Niar sudah melahirkan anak ketiganya yang berkelamin laki- laki. Saat mau mengambil air niar meminta Elna untuk tinggal menemani adiknya, namun Elna tak mau. Akhirnya Niar mengambil air dengan meninggalkan bayinya sedang tidur. Dengan tergesa - gesa Niar mengambil air. sesampai di rumah ia melihat anaknya sudah menangis. Wajahnya memerah, bibir sudah membiru sepertinya ia sudah terlalu lama menangis. Sejak hari itu, Niar tak berani lagi meninggalkan bayinya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kasihan Fika
Mantap Bunda