Al Hilal

Al Hilal (Biasa dipanggil Hilal) Alumi Pendidikan Tinggi Kader Ulama (PTKU) MUI Provinsi Sumatera Utara. Alumni STAIS Medan Sekarang, Menjadi Guru Bahasa Ind...

Selengkapnya
Navigasi Web
Skip Challenge (kita, peniru yang buruk)
Skip Challenge

Skip Challenge (kita, peniru yang buruk)

MENINJAU WABAH SKIP CHALLENGE DALAM BINGKAI ISLAM

Oleh : Al Hilal, S.Pd.I

Media Sosial atau disebut juga dengan medsos acap kali memberikan berita yang kontroversial di kalangan masyarakat. Hal ini terjadi karena masyarakat sangat bergantung kepada medsos tersebut. Lihat saja, tidak hanya di kalangan menengah ke atas, bahkan kalangan menengah ke bawah pun sudah tidak asing lagi dengan media sosial.

Ditinjau dari segi kemajuan zaman, sungguh Indonesia sangat pesat dalam peningkatan Informasi dan Teknologinya (IT) saat sekarang ini. Namun sangat disayangkan masih banyak masyarakat kita yang belum bisa memanfaatkan pisau bermata dua ini (media sosial) dengan hal-hal yang bernuansa positif dan bermanfaat. Bahkan berita-berita negatifpun sering kali diambil dan dilakukan tanpa disaring terlebih dahulu.

Skip Challenge contohnya. Permainan mematikan ini berasal dari media sosial yang sekarang sudah mewabah di Indonesia, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Skip challenge adalah permainan yang dilakukan dengan cara menekan dada seseorang dengan keras dalam beberapa detik, sehingga korban akan kekurangan oksigen dan mengakibatkan pingsan dan kejang-kejang, bahkan berujung pada kematian. Seperti memantik api di tumpukan jerami, berita ini langsung menyebar di seluruh penjuru nusantara dan dalam hitungan jam saja korbanpun berjatuhan. Tak dapat ditampik, inilah krisis global yang menyerang masyarakat kita saat sekarang ini.

Salah satu pakar kesehatan di Indonesia Dr.dr.Rizaldy Pinzon,MKes,SpS mengungkapkan pendapatnya yang dilansir dari detik.com, bahwa dinding dada yang harusnya mengembang dan mengempis, saat ditekan dengan sangat keras dapat menyebabkan kondisi yang disebut asfiksia traumatik. Asfiksia merupakan istilah untuk kekurangan pasokan darah dan oksigen. Aliran darah otak normal adalah 50cc/100 gram jaringan otak per menit. Apabila turun sampai kurang dari 30cc/100 gram jaringan otak per menit, maka akan menyebabkan gangguan fungsi otak. Termasuk global brain iskemia yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kejang. Tekanan yang sedemikian berat di dinding dada menghalangi pertukaran gas normal dan menyebabkan asfiksia.

Permainan ini sangat cepat mewabah di kalangan masyarakat kita. Kembali lagi, media sosial berperan penting dalam penyebaran berita ini. Masih ingat dengan choking game (dicekik beberapa saat), salt and ice challenge (menabur garam di kulit lalu menekannya dengan es), condom challenge (menjatuhkan kondom yang didisi dengan air ke kepala), Pakai 100 Baju (mengenakan 100 baju sekaligus dalam beraktifitas), cinnamon challenge (menghirup satu sendok bubuk kayu manis), dan lain-lain yang semuanya ini bisa menimbulkan kematian. Namun tetap saja kita begitu mudah mengadopsi hal-hal seperti ini tanpa memikirkan baik buruknya.

Namun menjadi sebuah pertanyaan bagi kita semua, mengapa begitu mudahnya para anak-anak dan remaja mengadopsi hal ini dan dengan mudah pula melakukannya tanpa memikirkan dampak yang dihasilkan oleh permainan tersebut. Penulis mengutip perkataan Anna Surti Ariani dalam liputan6.com, seorang Psikolog Anak dan Keluarga yang mengatakan bahwa jika dilihat dari rentang usianya, anak-anak dan remaja termasuk individu yang rentan terhadap berbagai fenomena yang ada di hadapannya. Mereka ingin mencari tantangan, dalam arti segala sesuatu yang berbahaya. Ada kecendrungan untuk mengejar tantangan dan kebanyakan anak-anak juga tak tahu mengenai bahaya dari skip challenge ini.

Senada dengan itu dalam republika.co.id, Emma Citron seorang Psikolog Inggris mengemukakan pendapatnya bahwa Skip Challenge dianggap sebagai permainan menjajal keberanian atau dare game. Anak merasa tertantang untuk mencoba permainan ini karena didorong oleh rasa ingin tahu yang begitu kuat. Disini ada unsur kompetitif yang mendorong mereka untuk melakukan hal itu.

Dalam ajaran Islam hal ini termasuk kepada membahayakan diri atau sama saja dengan bunuh diri. Diriwayatkan dari Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.”(H.R. Ibnu Majah dan Daruqutni). Dalam hal ini pelaku dan korban sama-sama terkena dosa, karena skip challenge adalah permainan anak-anak atau remaja yang sama-sama melakukan perbuatan tersebut tanpa ada paksaan dari salah satu pihak dan dalam Islam hal ini termasuk perbuatan haram. Miris melihat generasi kita saat sekarang ini yang begitu mudah meniru tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri.

Lalu bagaimana cara kita menyikapinya? Karena sasaran utama permainan ini adalah anak-anak dan remaja, maka yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah orangtua, guru dan seluruh aspek masyarakat. Orangtua harus bisa mengarahkan anak-anaknya agar tidak melulu mengadopsi hal-hal yang ada di media sosial secara mentah-mentah. Peran orangtua untuk memberikan pemahaman tentang resiko aktivitas berbahaya seperti skip challenge sangatlah penting. Boleh saja mengikuti tren dengan gaya luar negeri, hanya saja harus bernuansa positif dan membangun, bukan hal-hal yang merusak dan mematikan seperti beberapa permainan di atas.

Memberikan pendidikan agama sejak dini adalah tanggung jawab penuh sebagai orangtua. Karena anak adalah tolak ukur kesuksesan orangtua di dunia dan akhirat. Akhlak yang baik adalah cerminan dari orangtuanya, sebaliknya.

Sedangkan untuk guru, perlu menekankan dampak yang akan ditimbulkan oleh permainan-permainan ini agar para peserta didik tidak menjadi bahan percobaan atas ketidaktahuan mereka sendiri. Sedari dini perlu menekankan pendidikan karakter kepada mereka agar tidak menjadi sasaran penyalahgunaan media sosial.

Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi hal-hal negatif yang marak beredar di media sosial. Para peserta didik hanya perlu dukungan dan arahan dari kita untuk meyakinkan dirinya bahwa hal-hal yang mereka lihat dan lakukan perlu dipikiran terlebih dahulu. Kesadaran masyarakat juga perlu dibangun untuk selalu melarang dan mengawal setiap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja, bukan malah bersikap acuh dan membiarkannya terjadi begitu saja. Fa’tabiru ya ulil abshar.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post