Ali Harsojo

Saya adalah pribadi yang sangat sederhana dilahirkan di kota kecil Sumenep, Madura. Suka berkolaborasi dan bersinergi. Selalu ingin mencari tahu setiap ilmu yan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jawaban yang Nyata  (Lanjutan Prolog Novel Sepatu Aisyah)

Jawaban yang Nyata (Lanjutan Prolog Novel Sepatu Aisyah)

Jawaban yang Nyata

(Lanjutan Prolog Novel Sepatu Aisyah)

Sore itu, aku kembali sibuk dengan kertas-kertas ujian. Aku berjibaku dengan laptop lamaku yang mulai rapuh. Banyak data yang mesti harus dinaikkan ke penyimpanan awan. Namun, seolah tak ada waktu sempat. Apalagi sejak aku mengalami peristiwa itu hingga harus dirawat di rumah sakit. Praktis semua cukup terbengkalai. Tidak saja tugas-tugasku. Selain itu, sikapmu yang makin aku tak mengerti.

Sejak kepulanganmu dari rumahku, ketika menjengukku, aku sangat senang sekali. Meski setelah itu aku harus berderai kembali sebab seperti kebiasaanmu, selalu menyajikan gambar yang menakjubkan. Hingga membuatkan cemburu pada perhatianmu kepada pilihanmu. Ya, aku tersadar dari pingsan lama, sekian purnama. Namun, aku juga tidak bisa melupakanmu. Selalu lekat dalam benakku. Beraduk dalam darahku. Bercampur menjadi satu napasku.

Senja yang bahagia banget. Ketika aku mulai masuk kerja, engkau mulai hadir sekadar memastikan aku baik-baik saja. Engkau selalu mengerti dengan membawa makanan kesukaanku. Ya, makanan yang selalu aku lahap. Sebab, aku berpikir dan merasa GR bahwa apa yang kamu bawa adalah sesuatu yang dimasak dengan cinta. Disajikan dengan perjuangan renjana. Aku menikmati suguhan yang selalu sedap. Enak sekali.

Sembari kau temani aku makan, senja tampak mulai mendekati malam. Kau pergi dan pulang. Tak kuasa ku melepasmu. Namun, tak mungkin pula kumenghalangimu.

Benar, seperti dugaanku. Tuhan mendengar jeritan hatiku. Baru saja aku beranjak pergi ingin menjumpamu, ternyata engkau telah pergi bersama orang dalam foto itu. Mengagumkan. Rencana Tuhan yang indah. Dan membayar tunai atas doa dan mohon. Jawaban nyata dariNya, pun darimu.

Apa yang kau selalu katakan tentang kesendirianmu dalam segala hal, ternyata isapan jempol belaka. Bahkan, hari-harimu sangat membahagiakan. Apa yang menjadi alibi selama ini, sepertinya tak berlaku lagi. Juga sepertinya engkau menabrak pernyataanmu sendiri. Ya, tapi tak masalah bagiku. Sebab, aku terbiasa dengan mandi air mata lara.

Aku terus saja berjalan dengan sepeda bututku ketika engkau berpura tak hiraukan aku di jalan. Atau bahkan tak melihatku dalam derai sepanjang jalan yang kulalui.

Aku memutuskan berhenti sejenak di pinggir jalan. Sesekali menyeka air mata. Benar, aku sungguh tak menyangka. Bahwa kita berada pada ruas jalan yang sama dan beradu pandang dari tempat berbeda. Yes, sesak.

Aku kembali pulang dengan jalan melintang. Kulalui jalan itu meski aku harus terbakar dengan emosi jiwa yang tak biasa. Aku menunduk dengan segala keremukan hatiku. Apalagi engkau jelas mengatakan bahwa aku paham dan mengerti apa yang kau lakukan di depan pandangku, senja kelabu itu.

Lalu kau mencari perbandingan. Atau mengkambinghitamkan waktu dan keadaan. Atau membalik pernyataanku menjadi pertanyaanmu. Debat kusir menjadi menu baru setiap senja atau pagi. Hitung-hitung.meningkatkan imun, gak apa-apa.

Aku lunglai, tiba di rumah. Dan lelap dalam mimpi yang tak karuan. Gusti!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post