Ali Harsojo

Saya adalah pribadi yang sangat sederhana dilahirkan di kota kecil Sumenep, Madura. Suka berkolaborasi dan bersinergi. Selalu ingin mencari tahu setiap ilmu yan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Estetika dalam Menulis Puisi, Bagaimana?

Estetika dalam Menulis Puisi, Bagaimana?

Estetika dalam Menulis Puisi, Bagaimana?

Rasional

Hidup adalah seni. Ini yang sering saya dengar dari banyak perbincangan para seniman dan sastrawan. Gurusiana selalu memanjakan kita untuk bebas berkreasi. Apa saja. Baik karya fiksi atau non-fiksi. Apapun hobi dan nalar pemikiran kita, gurusiana.id ada wadah kita berkarya.

Saya sering menjumpai karya fiksi. Tentu saya juga membacanya. Atau bahkan tulisan saya juga banyak yang bernuansa fiksi. Puisi atau cerpen. Misalnya begitu. Hahahaha.

Pertanyaannya adalah, apakah karya sastra yang saya tulis sudah memenuhi kaidah keindahan yang diharapkan? Ingat ya? Karya kita dinikmati banyak pembaca lain. Gurusianer lain. Dan penilaian seni, unsur estetika dan isinya bergantung pembacanya. Menurut kita menarik, belum tentu menurut orang lain. Akan tetapi saya selalu berkomitmen, saya harus menulis apa saja. Saya kan belajar. Kurang bagus, ya gak masalah. Menulis lagi dan terus menulis. Jangan takut untuk menulis. Apalagi menulis puisi. Semua berdasarkan jiwa dan perasaan serta imajinasi penulisnya.

Baiklah, untuk memberikan sedikit pemahaman, kita ulangi bersama ingatan kita tentang apa itu karya sastra. Karya sastra adalah karya fenomena yang penuh dengan keindahan yang menimbulkan daya tarik pembaca untuk menikmati sekaligus menilainya. Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa melalui eksplorasi bahasa yang khas, pengarang akan menampilkan aspek yang optimal. Setiap pengarang memiliki kekhasan sendiri dalam diksi, keindahan dan perasaan yang dapat dituangkan dalam teks. Saya kira begitu. Dan Anda setuju ya.

Fenomena keindahan dalam karya sastra menjadi amat penting sebagai salah satu syarat sebuah karya sastra yang baik. Dalam konteks ini, masing-masing pengarang memiliki gaya berbeda dalam menciptakan keindahan lewat karya sastra yang ditulisnya. Perbedaan gaya dan penampilan (reatures) yang berbeda itulah yang membuat pembaca ingin memburu, melacak, dan menangkapnya. Lalu menimatinya. Hehehehe.

Keberadaan itu menarik untuk ditelaah, dalam tulisan ini saya bermaksud mendiskripsikan (menggambarkan) tentang keindahan sebuah karya sastra dari aspek diksi atau pilihan kata. Saya ingin memberkan batasan pada puisi saja dulu ya. Matthew Arnold memberikan pernyataan bahwa puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah, impresif, dan yang paling efektif untuk mendendangkan sesuatu, maka alangkah sayangnya kalau kita tidak memanfaatkan cara tersebut, atau paling sedikit mengetahui seluk beluk, mempergunakan serta memanfaatkannya, (dalam Tarigan,1984:3).

Bahasa yang digunakan dalam puisi adalah bahasa konotatif yang multiinterpretable, makna yang terdapat dalam puisi dapat bermakna lugas, namun lebih banyak mengandung makna kias melalui simbol atau kiasan. Satu kata dalam puisi dapat bermakna dua bahkan lebih, kata dan larik penyusunnya begitu padat, namun maknanya sangat luas dan mendalam. Bahasa yang digunakan harus mencerminkan imajinasi penulisnya. Tidak mengambang dan asal memilih kata. Wowowowwow...keren.

Secara teoretis, Aminuddin (1987:143) berpendapat bahwa kata kata dalam puisi tidak diletakkan secara acak, tetapi dipilih, ditata, diolah, dan diatur penyairnya secara cermat. Diksi yang baik tentu berhubungan dengan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mengajak daya imajinasi pembaca. Pembaca seakan mampu berimajinasi kuat dengan puisi kita.

Kegiatan yang menyenangkan menjadi daya sengat dan menimbulkan keharuan, artinya sebuah karya sastra yang mengandung unsur keindahan dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan, dan menciptakan proses perubahan pikiran bagi pembaca.

Tentu kita sudah pahami bersama kan? Karya sastra sarat dengan unsur estetis, yaitu unsur-unsur kepuitisan yang dapat dicapai melalui berbagai cara. Secara umum unsur-unsur kepuitisan dapat dilacak dalam struktur bangun puisi, baik struktur fisik maupun struktur batin.

Dengan demikian, kajian tentang estetika tidak berhubung dengan seni bahasa saja, maksudnya estetika sebuah puisi juga menyeluruh ke unsur-unsur pembangun karya sastra.

Mari kita lihat pendapat ahlinya. Menurut Brangiky, (dalam Endrawara, 2003:68), ada tiga aspek konsep keindahan yaitu, pertama, dari aspek antologis, maksudnya ada keindahan puisi sebagai pembayangan kekayaan Tuhan. Kedua, dari aspek imanen, maksudnya dari yang terindah yang terungkapkan dalam kata-kata dan selalu terwujud dalam keanekaragaman, kebahagiaan yang harmonis baik dalam alam maupun dalam ciptaan manusia. Ketiga, dari aspek psikologis, maksudnya efek kepada pembaca.

Estetika hasil ciptaan sastra (puisi) memiliki kekhasan masing-masing bersifat unik dan personal, (dalam Endraswara, 2003:68-69). Namun, secara umum bahasa yang digunakan dalam puisi memiliki kecenderungan yang bersifat ekspresif, sugestif, asosiatif, dan magis.

Ekspresif maksudnya, setiap bunyi yang dipilih, setiap kata-kata yang dipilih, dan setiap metafor yang dihadirkan harus berfungsi bagi kepentingan eskpresi, maupun menjelaskan gambaran dan mampu menimbulkan kesan yang kuat. Setiap unsur yang dipilih dan dipergunakan harus turut membawakan nada, rasa, pengalaman penyair atau pengarangnya.

Sugestif maksudnya, bersifat menyarankan dan memengaruhi pembaca atau pendengarnya secara menyenangkan dan tidak terasa memaksa karena sifat itulah sastra dapat berkesan sangat kuat dalam diri penikmatnya.

Asosiatif maksudnya, mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet, tetapi berkisar diseputar makna konvensionalnya atau makna konotatifnya yang sudah lazim.

Dengan demikian, olahan bahasa yang hidup dan mempesona, dapat saja menjadi lebih memukau dan seakan-akan memiliki sinar ketuhanan, (Endraswara, 2003:69).

Sastra memang sangat menarik untuk kita dalami. Menguak misteri teka-teki maksud penulis menjadi tantangan tersendiri dalam karya sastra. Apalagi puisi.

Nah mari kita baca selanjutnya, pelan-pelan ya. Kita bahas khusus tentang apakah puisi itu?

Pengertian Puisi

Kata puisi berasal dari bahasa Yunani; poiesis yang berarti menciptakan, (Tarigan, 1984:4). Ralph Waldo Emerson memberi penjelasan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk mengerakkan tubuh yng kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkannya ada, (dalam Tarigan, 1984:4).

Sedangkan Lescelles Abercrombie menyatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari pengalaman yang bersifat imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang memanfaatkan setiap rencana dengan matang dan tepat guna, (dalam Tarigan, 1984:7).

Dalam Ensiklopedi Indonesia, (dalam Tarigan, 1984: 4). dinyatakan, kata puisi berasal dari Bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan, tetapi arti yang semula ini lama kelamaan makin dipersempit ruang lingkupnya menjadi “hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata kiasan.

Namun, puisi dapat diartikan ”membuat” dan ’’pembuatan’’ karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi peran atau gambaran suasana tertentu baik fisik atau batiniah, (Aminuddin, 1987:134).

MC Lauly, Hudson mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan imajinasi, seperti halnya lukisan yang meggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisannya, (dalam Aminuddin, 1987:134)

Setelah saya resume, puisi dapat diartikan sebagai upaya merangkai kata terbaik yang terindah dan terlukis dari lubuk hati paling dalam, dengan pikiran, perasaan dan jiwa yang tenang, dapat mengaktualisasikan diri yang berasal dari pengalaman hidup yang bergejolak dalam jiwa seseorang melalui perenungan tentang makna hidup yang sesungguhnya.

Pengertian Anda sekalian, silakan dishare juga di sini. Memperkaya pengetahuan kita ya. Tidak ada batasan untuk memberikan pengertian yang relatif berbeda. Silakan saja ungkapkan definisi lain menurut Anda.

Bentuk dan Pilihan Kata dalam Puisi

Lambang

Lambang adalah bila kata-kata itu mengandung makna seperti makna dalam kamus (makna leksikal) sehingga acuan makna tidak menunjuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna denotatif). Lambang dalam puisi mungkin dapat berupa kata tugas, kata dasar, maupun kata bentukan, (Aminuddin, 1987:14).

Dalam puisi kadang terdapat kata yang bermakna asli seperti kamus. Makna leksikan itu tidak perlu kita konotasikan dengan menggunakan kata lain, jika kata yang digunakan itu sudah terasa baik dan bagus serta memiliki keindahan tersendiri.

Simbol

Simbol adalah bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk memahami seseorang harus menafsirkannya (interpretatif) dengan melihat bagaimana hubungan makna kata tersebut dengan makna kata yang lainnya (analisis kontekstual). Ini adalah versus dari lambang seperti diuraikan di atas. Pada simbol, kita harus mampu menelaah suatu kata secara konotatif dan dapat diinterpretasi dengan baik.

Simbol dapat dibedakan sebagai berikut ini :

a. Blank Symbol

Blank symbol yakni bila simbol itu meskipun acuan maknanya bersifat konotatif, pembaca tidak perlu menafsirkannya karena acuan maknanya sudah bersifat umum. Misalnya “tangan panjang”, dan “mata keranjang”.

b. Natural Simbol

Natural Symbol yakni bila simbol itu menggunakan realitas alam. Misalnya, “cemara pun gugur daun”, dan “hutan kelabu dalam hujan”.

c. Private Symbol

Private Symbol yakni bila simbol secara khusus diciptakan dan digunakan penyairnya. Misalnya. “aku ini binatang jalang”, “mengabut nyanyian”, dan “lembar bunyi yang fana”, (Aminuddin, 1987: 140).

Diksi

Dalam puisi, yang paling menentukan puisi itu menarik atau tidak adalah pilihan kata (diksi) yang digunakan. Diksi merupakan bagian dari unsur unsur intirinsik puisi. Unsur intrinsik puisi antara lain adalah:

1. Tema adalah ide atau gagasan yang menjadi pokok persoalan dalam sebuah cerita.dalam puisi, tema ini biasanya diungkapkan secara langsung dan terkadang tidak secara langsung

2. Rasa disebut juga arti emosional. Rasa ini timbul ketika seorang penyair menghada pi suatu persoalan dan ia dapat merasakan sentuhan secara rasional ataupun terlibat secara emosional. Ketika ia melihat suatu objek, ia bisa merasa sedih, gembira, uas atau haram.

3. Nada atau intonasi. Dalam pembacaan puisi, nada ini memegang peranan penting. Apabila nada yang di sampaikan oleh penyair benar – benar tepat dengan tema dri puisi yang dibacakannya, pendengar atau penyimak puisi dapat dengan mudah mengetahui makna dari puisi tersebut, apakah ia mensehati, merayu, memaki maki, memprotes dengan keras.

4. Amanat atau pesan ialah suatu yang igin disampaikan oleh penyair melalui puisinya. Amanat ini bisa diungkapkan secara langsung atau pun tidak. Hal itu bergantung kepada penyair itu sendiri. Melalui amanat ini penyair mengajak para penyimak atau pendengar untuk menyenangi sesuatu, membenci sesuatu atau pun menggugah hati pembaca tentang suatu hal.

5. Imajiner atau daya bayang ialah kata atau kelompok kata yang berfungsi mengingatkan penyimaknya akan kesan kesan panca indra dalam jiwanya.

6. Kata kata kongkrit adalah kata kata yang dari segi denotatifnya tanpak sama namun apabila dilihat dari segi konotatifnya tidak sama karena bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.

7. Gaya bahasa ialah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

8. Ritme ialah ukuran tinggi rendahnya suara dalam pembacaan puisi. Ritme diatur oleh pengaturan larik, persamaan bunyi dan jumlah suku kata.

9. Rima atau sajak ialah persamaan bunyi, bisa terjadi di awal, tengah, atau akhir.

Diksi atau Pilihan kata .pemilihan kata dalam puisi memegang peranan penting. Apabila kata-kata yang di ungkapkan oleh penyair sangat tepat dan sesuai dengan tema dan makna yang dimaksud dalam puisi, berarti puisi tersebut bernilai baik. Namun, apabila tema puisi sangat baik, tetapi pemilihan kata-katanya tidak tepat, puisi tersebut bernilai buruk, (Khairuddin DKK,2007:214-215).

Maka diksi menjadi sesuatu yang harus mendapatkan perhatian serius bagi penulis puisi. Termasuk saya juga. Hahahhha.

Diksi (diktion) berarti pilihan kata. Kalau dipandang sepintas kata-kata yang dipergunakan dalam puisi pada umumnya sama saja dengan kata-kata yang dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Secara harfiah kata-kata dalam puisi mewakili makna yang sama dengan kata-kata yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, (Tarigan, 1984: 29).

Kata-kata yang dipergunakan dalam persajakan tidak seluruhnya mengacu pada makna denotatif, tetapi lebih cenderung pada makna konotatif. Konotasi atau nilai kata menurut Tarigan inilah yang justru lebih banyak memberi efek kepada para penikmatnya, (Tarigan, 1984: 29).

Perbedaan yang mendasar dalam diksi di bidang ilmu pengetahuan degan diksi dalam puisi adalah bahasa dalam ilmu pengetahuan bermaksud untuk mencapai ketepatan dan kelugasan makna(makna denotatif).sedangkan diksi dalam puisi adalah menghadirkan suasana,mengajak daya imajinasi dan untuk menyampaikan pesan secara tersirat, (Aminuddin,1987:53).dengan bahasa yang berbeda,diksi dalam wacana ilmiah harus bermakna denotatif (lugas), namun dalam puisi harus bermakna konotatif,imajinatif,dan prismatif atau bermakna ambigu untuk menghadirkan suasana tertentu.

Oleh karena itu,diksi yang baik bukanlah diksi yang berupa kata-kata yang berbunga-bunga,melaikan diksi yang menimbulkan aktivitas pembaca dalam usaha menangkap gagasan wacana.

Berkaitan dengan aktivitas pembaca ini,dikenal ada dua kelompok diksi.yaitu diksi yang konotatif dan diksi yang denotatif.diksi dalam karya sastra lebih konotatif,lebih multi interpretatif,juga karena fungsinya sebagai sarana pengkongkretan.dengan kata lain,fungsi estetik hanya sering ditentukan oleh kata yang konotatif ini, ( Aminuddin,1998:2/1/022 ).

Sebagai penulis puisi, atau siapapun yang ingin menulis puisi, diksi adalah hal wajib untuk dikuasai. Perbendaharaan dan pilihan kata yang baik menjadi keharusan dalam menulis puisi.

Estetika dalam Puisi

dalam menulis puisi, memilih kata dengan diksi yang baik belumlah cukup. Puisi ciptaan kita harus indah. Memiliki nilai estetika yang menarik dan pembaca merasa tertarik serta terbawa emosi seakan-akan sama dengan emosi penulisnya. Pembaca diupayakan dapat merasakan seperti apa yang dirasakan penulisnya. Maka puisi itu harus indah dan menarik.

Bagaimana puisi itu memiliki nilai keindahan? Mari pahami dulu apa estetika itu.

Estetika adalah bidang ilmu yang mengkaji kaidah-kaidah keindahan secara umum, dan khususnya objek karya sasatra (puisi). Keindahan adalah sifat-sifat atau keadaan yang indah, mempesona, bagus, anggun, cantik dan menarik, (santosa, 2009:39).

Santosa (2009:39) mengungkapkan bahwa keindahan seperti itu dalam sebuah puisi sering di sebut sebagai karya sastra yang bersifat prismatis mengandung banyak kiasan atau metafora, perlambang, mitos, dan makna-makna yang tersembunyi sehingga sukar dipahami.

Kajian Estetika akan mengungkap keindahan karya sastra, Karya sastra adalah fenomena yang penuh bunga-bunga dan aroma. Karenanya, penulis puisi diharapkan mampu menangkap keindahan di dalanya. Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa. Melalui eksplorasi bahasa yang khas, pengarang akan menampilkan aspek keindahan yang optimal, (Endraswara, 2003:68).

Estetika puisi melalui proses kreatif itu tidak sekali waktu jadi dan tidak secepat kilat begitu penyair mendapatkan ilham atau inspirasi untuk menuliskan puisinya. Semua itu memiliki ketekunan, memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, membutuhkan keterampilan dan kepandaian menyimpan memori indah dan kemudian mengatur serta menyusun kata-kata yang sesuai dengan gagasan. Setiap gagasan harus diperkaya dengan pengalaman hidup sehari-hari, ditambah dengan bacaan yang luas, serta mampu memperhatikan situasi dan kondisi yang ada di sekitar kita, (Santosa, 2009:45).

Lebih lanjut Mukarovsky, (dalam Endraswara, 2003:70). memberi tahapan memahami estetika menjadi tiga sebagai berikut :

(1) Perhatian pertama dicurahkan pada objek itu sendiri, yaitu organisasi internal karya sastra yang dikaji.

(2) Memahami termologi sebagai ’’kesadaran sosial yaitu perangkat norma-norma yang dipercaya untuk sebuah kolektivitas tertentu yang diimplemintasikan oleh setiap karya sastra.

(3) Subjek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktur supra individu yang pasif, tetapi sebagai kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan struktur-struktur tersebut dan megubahnya selama terjadi interaksi itu.

Akan tetapi, dalam penulisan puisi bebas dan sederhana lebih ditekankan pada keindahan yang mengacu pada efek pemilihan, penataan, dan ketepatan diksi dalam mewakili gagasan atau fenomena yang dialami sang penyair sekaligus ditangkap oleh pembaca melalui panca indera.

Nah, seberapa indah puisi kita? Bergantung seperti apakah kita menggunakan kemampuan kita dalam memilih, menata dan menggunakan diksi dengan baik dalam puisi kita.

Okay? Kita sudah memahami, apa yang harus dilakukan ketika kita hendak menulis puisi, bukan? Selanjutnya tugas kita berkarya puisi sebaik-baiknya, seindah-indahnya sesuai dengan pengalaman hidup kita.

Selamat berkarya. Mungkin puisi saya bisa menjadi salah satu contoh. Tapi masih kurang bagus kayaknya. Hahahahahaha. Belajar juga sih.

Tak ada gading yang tak retak. Tak ada tulisan yang paripurna. Pastilah ada jalan bergelombang dalam romantikan perjalanan hidup. Dinikmati dan diresapi. Tunggulah imajinasi yang mengena dengan diksi yang memiliki nilai estetika tinggi. Menulis yuk.....bye.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Aminuddin. 1998. Puitika. Malang : Hiski

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Jogjakarta : Pustaka Widyatama Mulia.

Imron, D Zawawi. 1999. Celurit Emas. Surabaya : CV. Bintang.

Khairuddin, Alang, dkk. 2007. Sapu Jagad Bahasa dan Sastra Indonesia. Lamungan : Pustaka Ilalang.

Moleong, Lexi J. 2005 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Partanto dan Berry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arkola.

Pradopo, Rahmat Joko. 1995. Beberapa teori Sastra, Metode kritik dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka belajar.

Santosa, Puji Suroso. 2009 Estetika Sastra, Sastrwan dan Negara. Yogyakarta : Pararaton Publishing.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih bu Eneng...maaf. Belajar menulis

25 May
Balas

Bagus pak Ali, menambah pengetahuan saya ttg apa itu puisi, selama ini menulis berdasarkan "rasa" saja.

25 May
Balas

Terima kasih..bu koordinator antologi puisi..sy siap 85 judul puisi..kapan mau sy kirim?

25 May



search

New Post