CAHAYA JINGGA DI LANGIT (TAGUR 18)
CAHAYA JINGGA DI LANGIT (TAGUR 18)
Oleh Ubedi
Karto duduk di kelilingi anak-anak setelah selesai mengaji iqra. Sebelum mereka pulang, Karto selalu mengajak anak-anak mendengarkan dongeng. Kebiasaan ini sengaja Karto lakukan agar anak-anak tidak bosan, sekaligus Karto ingin menanamkan nilai-nilai dari dongeng yang ia ceritakan.
Sore ini, tanpa dipanggil dua kali anak-anak sudah langsung duduk melingkar. Mereka duduk bersila. tak ada yang berisik. Kalau ada yang belum diam, karto tidak mengucapkan sepatak katapun. Dia hanya menempelkan jari telunjuknya di mulut. Seketika anak-anak akan diam.
“Anak-anak sore ini bapak akan menceritakan seekor gajah yang baik hati. Siapa yang sudah pernah melihat gajah?”
“Saya Pak!” Teriak mereka.
“Di mana coba kalian lihat.”
“Ragunan!”
“Kebun bintang!”
“Di TV, Pak!”
Anak-anak antusias mendapatkan pertanyaan Karto. Meraka sangat senang bisa menjawab pertanyaan Karto. Terlihat wajah mereka ceria.
“Baiklah anak-anakku. Kalian pasti sudah tahu gajah binatang yang tubuhnya sangat besar,” lanjut Karto.
“Walaupun punya tubuh yang besar, gajah tidak binatang yang tidak sombong. Kalian mau mendengar kisahnya?”
Semua diam. Tak ada yang menyahut. Meraka makin merapatkan duduknya agar lebih dekat dengan Karto.
Anak-anak yang masih memiliki hati yang bersih. Mereka belum dikotori oleh berbagai persoalan hidup. Tak memikirkan betapa riuhnya persoalan yang dihadapi orang-orang dewasa.
Mereka belum tahu kisruhnya dunia politik di negari ini. Maraknya berita-berita bohong yang saling menyudutkan lawan politik. Mereka belum memikirkan bobroknya negara oleh para koruptor. Mereka masih polos. Karto ingin membekali mereka dengan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai moral yang sudah dicabik-cabik orang-orang yang haus kekuasaan. Mereka harus dilindungi dari pikiran-pikiran liberalis.
Hati Karto tak rela anak-anak yang akan meneruskan kehidupan di negeri ini bermental culas, kasar, dan tidak punya kepedulian. Karto merasa berdosa melihat wajah-wajah bersih dikotori pandangan sekularisme. Mereka tidak boleh tercemar.
Ia menatap ke arah barat masih tampak cahaya jingga di langit. Ia masih berharap cahaya senja tak akan redup.
Bogor, 14 Februari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar