Akhmad Fauzi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Santun dalam Merokok

Santun dalam Merokok

Anda termasuk perokok yang mana, perokok yang tahu hak orang lain atau perokok yang tidak peduli dengan lingkungan? Tulisan ini muncul sebagai renungan untuk ikut menjaga interaksi sosial yang berwawasan kesehatan. Kalau jargon pembangunan yang berwawasan lingkungan sering kita dengar sebagai kompas pembangunan maka membangun interaksi sosialpun dapat memakainya, yaitu membangun hubungan antar individu di tengah masyarakat dengan memperhatikan wawasan kesehatan. Yang pasti, menurut para ahli ekologi, pembangunan dengan memperhatikan batas-batas daya dukung lingkungan (ekologi) akan menjadikan pembangunan itu berhasil mensejahterakan masyarakatnya. Demikian halnya dengan interaksi sosialnya, jika memperhatikan norma-norma sosial dengan tujuan hidup sehat dalam berinteraksi dan tidak merugikan satu sama lain maka akan menghasilkan kualitas individu yang sehat pula.

Sebuah pertanyaan retoris jika ditanyakan,”Hak siapakah kesehatan itu?”. Salah satu upaya menjaga kesehatan adalah adanya upaya preventif (pencegahan) terhadap gejala yang menyebabkan. Ini lebih baik dari pada upaya kuratif yang tidak mudah dan perlu biaya banyak. Memang tidak gampang menyadarkan orang agar lebih memiliki upaya pencegahan terhadap penyakit. Sudah sering kita baca dan dengar berbagai upaya ‘penakutan’ yang dilakukan media akan bahaya merokok. Namun apa yang terjadi, segalanya seperti pesan yang masuk telinga kanan, dan keluar di telinga kiri. Sampai-sampai di setiap bungkus rokokpun yang menyebutkan bahwa merokok dapat merugikan kesehatan, hanya dipandang sebagai tulisan semata dan tidak menimbulkan efek jera. Justru terkesan upaya kampanye, “merokoklah kamu supaya sehat.” Terbukti, beberapa kawan yang perokok, ketika mencoba tidak merokok, malah sakit. Jadi, kalau kamu perokok, merokoklah supaya sehat. Begitu mereka mengartikan pesan pemerintah tentang merokok. Kenapa upaya pencegahan tersebut belum membuahkan hasil? Bahkan mungkin tidak akan berhasil selama produksi rokokpun tidak berhenti.

Kesadaranlah kuncinya. Kesadaran untuk hidup sehat inilah yang belum menjadi pembiasaan diri bagi para perokok. Saling tuding tentang siapa yang salah dalam urusan rokok, tak akan ada akhirnya. Pabrik rokok berhenti atau kamu berhenti merokok, dan nanti akan kucari perokok baru? Kira-kira mungkin begitu kalau rokok bisa berbicara.

Dalam tulisan ini, penulis hanya mengambil solusi jalan tengah, seperti pesan berikut; yang belum merokok, janganlah merokok, dan yang sudah merokok maka merokoklah dengan lebih ber-‘adab’. Karena menurut teman saya, perokok itu tidak beradab. Ada benarnya juga memang, perokok terkadang seenaknya main nyala rokok tanpa permisi sekalipun. Bahkan main buang rokok (‘tegesan’) secara serampangan, baik di jalanan maupun di toilet.

Berbicara soal kesehatan, sebenarnya para perokok juga tahu bahwa setiap orang mempunyai hak menjaaga kesehatanya sendiri. Bahkan mereka juga tahu bahwa merokok akan dapat menimbulkan beragam penyakit. Anehnya, mereka juga tahu bahwa para penghisap asap rokok orang lain (perokok pasif) memiliki risiko lebih besar dari pada para perokoknya sendiri. Lantas, bagaimana ini?

Sepertinya, permasalahan rokok dalam kehidupan sosial saat ini dapat diatasi dengan melihat moral etika perokoknya. Oleh karena itu, tulisan ini akan melihat rokok sebagai benda hidup karena selalu ber-sekutu dangan pemakainya. Permasalahan rokok dalam kehidupan sosial, etika, dan moral memiliki mata rantai yang sangat dekat. Etika sebagai kumpulan nilai berkenaan langsung dengan akhlak, yaitu suatu tatanan nilai benar-salah yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Sementara moral sendiri merupakan sistem nilai yang menjadi pengatur tingkah laku masyarakatnya. Dengan demikian, keduanya menyangkut pengertian perilaku manusia secara normatif. Sementara itu, tindakan bernilai di sini disebut dengan etiket (sopan santun). Ia didukung oleh bebrapa nilai, seperti nilai kepentingan umum, nilai kejujuran dan kebaikan, nilai kesejahteraan, nilai kesopanan dan saling menghargai, serta nilai diskresi (pertimbangan) penuh pikir. Bila moral adalah nilai yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu maka etika (etiket) adalah rambu-rambu atau patokan yang ditentukan sendiri oleh pelaku atau kelompoknya. Dengan kata lain, etika merupakan konsesus sukarela dalam kelompok tertentu.

Berbicara mengenai etika berarti berbicara pula tentang moral atau akhlak. Ini berarti kita berbicara soal nilai dasar yang mengatur hubungan manusia satu dengan lainnya. Artinya, moral senantiasa bersifat positif atau mencari kebaikan. Dengan demikian, inti dari moral itu sendiri adalah tidak merugikan orang lain. Sikap atau perbuatan yang bermoral, dengan demikian tidak akan menghasilkan situasi ‘win-lose’, tetapi mendatangkan situasi yang ‘win-win’ (mutualisma) antar individu. Sebaliknya, perbuatan negatif yang bertentangan dengan norma-norma moralitas disebut perbuatan amoral.

Merokok merupakan kebiasaan yang telah tersebar luas di seluruh dunia, dan merupakan sumber tunggal terbesar penyebab sakit-sehat dan kematian tentunya. Di negara-negara berkembang, kebiasaan ini meningkat, praktis di semua tempat. Dan sepertinya, mereka tidak mengenal lagi sikap toleransi terhadap non perokok secara spasial karena rumah kita sendiripun mendapat serangan asap rokok. Karena itu, satu-satunya tempat yang aman dari serangan kepulan asap rokok adalah ruang pribadi kita sendiri.

Melihat situasi tersebut, solusi alternatif awal yang bisa kita ambil adalah dengan upaya pembudayaan etiket merokok karena dengan mengharap para perokok agar berhenti merokok, adalah jelas tidak mungkin. Betapa menderitanya mereka, apalagi yang telah kecanduan jika dipaksa untuk berhenti. Lalu bagaimana dengan mereka para perokok, pedulikah mereka pada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok. Barangkali merokok yang beretikalah yang dapat memberikan ruang bernafas bagi perokok pasif. Berikut beberapa nilai etika yang dapat dijadikan pegangan agar merokok lebih beradab sebagai perwujudan sikap toleransi terhadap non perokok agar bisa menjaga kesehatanya;

1. Patuhilah segala peringatan atau larangan yang menunjukan larangan merokok di suatu tempat. Biasanya berlaku pada gedung-gedung atau ruangan ber-AC, kendaraan umum, tempat-tempat umum seperti rumah sakit, perkantoran bahkan sekolah;

2. Adat ketimuran masih belum mentolerir wanita untuk merokok, apalagi yang sedang hamil maka wanita sebaiknya tidak merokok;

3. Buanglah rokok pada tempatnya, dan jangan membiarakan puntung rokok dalam keadaan menyala;

4. Jika merokok, lakukan pembuangan abu rokok dengan cara menjetikannya lebih hati-hati sehingan abu rokok tidak beterbangan dimana-mana. Lakukanlah secara elegan;

5. Jika ingin merokok, bertanyalah lebih dulu pada orang yang ada di dekat kita,”Apakah Anda biasa merokok?”

6. Jangan sekali-kali mempermainkan asap rokok jika sedang merokok. Apalagi dengan membuat bola-bola asap di udara. Sebaiknya, arahkan lurus ke depan atau agak sedikit ke atas.

7. Setelah mengetahui etika tersebut, maka merokoklah dengan elegant dan sopan. Dari mulai cara mengambil rokok dari bungkusnya, menyalakannya, dan bila perlu menawarkan kepada orang di dekat kita.

Sekarang tinggal bagaimana Anda menyikapinya setelah membaca tujuh etika yang mungkin masih jauh dari harapan para perokok pasif untuk bisa menjaga kesehatannya. Namun setidaknya, para perokok telah menunjukan sikap santun dalam merokok.###

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post