AJUN PUJANG ANOM

Seorang guru yang sedang menikmati bagaimana bahagianya menjadi seorang guru....

Selengkapnya
Navigasi Web

Apa Itu GURU?

Setiap orang yang "mengaku-aku" menjadi guru, harus tahu apa itu ~definisi~ guru. Karena tanpa pemahaman dialektika (opo iki? 😁) tentang hal tersebut, tak mungkin seorang berkinerja sesuai yang diharapkan.

Sebelum kita berlanjut, mari lihat ~definisi~ dari konsep _gathuk mathuk_ (cocoklogi), berikut ini:

1. GURU, DIGUGU LAN DITIRU

Guru dalam khazanah Jawa adalah entitas (iki opo maneh? angelmen bosone), yang harus digugu (ditaati) dan ditiru (dicontoh).

Yang menjadi pertanyaan, apakah guru-guru sekarang masih ditaati murid-muridnya? Melihat *kasus hukum* yang makin marak di lingkungan pendidikan. Terakhir yang lalu, yang sampai tega "membunuh" gurunya. Apakah ini sebuah bentuk ketaatan?

Pertanyaan lanjutan, apa yang perlu ditiru dari guru-guru sekarang ini? Kedisiplinannya? Ghiroh belajarnya?

Jika mau mawas diri, pertanyaan sesimpel ini, mudah sekali jawabannya. Yang penting, tentu saja bukan jawabannya. Namun adalah tentang perubahan perilaku (modified behavior).

2. GURU, GLUGU TURU

Pernyataan ini adalah pernyataan nyemoni, bernada satire terhadap tingkah laku guru kekinian. Mulai tumbuh anggapan, jadi guru hanyalah mengejar sertifikasi. Ujung-ujungnya sindiran ini mengarah pada keinginan menjadi guru, bukan datang dari hati, tapi karena tak ada profesi lain yang sanggup dijalani alias kepepet.

Apakah pernyataan ini berkorelasi dari cita-cita anak-anak yang hampir-hampir tak ada yang mau menjadi guru.

Glugu turu atau pohon kelapa tidur, bisa menjadi sentilan yang tepat bagi orang-orang tersebut. Karena jelas nampak, mereka tak memperlihatkan kerja-kerja optimalnya demi meningkatkan mutu pendidikan.

3. GURU, GUYUB RUKUN

Jika tadi dikatakan guru merupakan akronim dari glugu turu. Sekarang guru dinyatakan sebagai guyub rukun. Guyub rukun ini mempunyai makna positif. Guyub rukun adalah epistemologi (kumat neh, nganggo ngene iki) dari ruhul guru. Guyub rukun adalah *rasa* dan *rahsa-nya* guru. Dengan "modal" ini, tantangan pendidikan seperti lebu katiyup angin (debu tertiup angin).

Dari ketiga konsep _gathuk mathuk_ ini, kita yang "terlanjur" memilih diri sebagai guru, sepantasnya sesegera mungkin "memberanikan" untuk tidak menyebut diri sebagai GURU KTP. SEKEDAR GURU, CUMA DI KTP.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ada satu lagi mas Ajun GURU, yen Minggu Turu, he he he

13 Apr
Balas

Adalagi Pak... Kalau orang Sunda bilang Gugurutu (ngedumel). No. 2 Sepertinya banyak

13 Apr
Balas



search

New Post