Setelah makan siang bersama, rombongan Ziarah Waliyullah, melanjutkan perjalanan menuju makam salah satu anggota Walisongo yaitu Sunan Drajat yang makamnya terletak di Desa Drajat Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

Sunan Drajat yang memiliki nama asli Raden Qasim. Ia juga memiliki nama lain yaitu Raden Syarifuddin, Raden Masyaikh Munad, Raden Hasyim, dan Raden Imam. Ia adalah putra dari Sunan Ampel, adik dari Sunan Bonang Tuban. Semasa kecil ia dididik oleh ayahnya di Pesantren Ampel Denta milik ayahnya. Setelah beranjak dewasa, Sunan Ampel mengutus Sunan Drajat untuk berdakwah di pesisir pantai Pulau Jawa. Sunan Drajat tidak hanya menyebarkan Islam, namun ia juga memiliki jiwa sosial tinggi yang senantiasa memperhatikan kaum fakir miskin dan mengutamakan kesejahteraan sosial

Ajaran Sunan Drajat dalam Bidang Kemanusiaan

Berdasarkan artikel “Ajaran Tasawuf Walisongo” oleh Ahmad Muhtarom, ajaran Sunan Drajat dalam menyebarkan Islam dikenal dengan ‘Pepali Pitu’ (tujuh dasar ajaran), antara lain:

1.      Memangun resep tyasing suasama (membuat senang hati orang lain)

2.      Jroning suka kudu eling lan waspodo (disaat bahagia hendaknya tetap ingat Allah dan waspada)

3.Laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah (mencapai cita-cita tanpa menghiraukan halangan)

4. Meper hardaning pancadriya (senantiasa berjuang melawan hawa nafsu)

5. Heneng hening henung (dalam diam akan mencapai keheningan dan dalam keheningan akan mencapai kebebasan mulia)

 6. Mulya guna panca waktu (mencapai kemuliaan dengan menjalankan sholat lima waktu

       7. Catur piwulang (Empat ajaran) yang meliputi

           a. menehono teken marang wong kang wuto (berikan tongkat pada orang buta), 

b. menehono mangan marang wong kang luwe (berikan makan pada orang lapar), 

c. menehono busana marang wong kang wuda (berikan pakaian pada orang telanjang),

d.menehono pangiyup marang wong kang kaudanan (berikan tempat berteduh pada orang kehujanan).

Adapun arti dari ajaran yang ketujuh adalah memberikan ilmu agar orang menjadi pandai, menyejahterakan masyarakat miskin, mengajari kesusilaan pada orang yang tak tahu malu, dan memberikan perlindungan pada orang yang menderita.

Berdasarkan jurnal “Walisanga: Asal, Wilayah, dan Budaya Dakwahnya di Jawa” oleh Siti Maziyah dan Rabith Jihan Amaruli tahun 2020, Sunan Drajat juga menulis kitab yang disusun dengan huruf pegon menggunakan Bahasa Jawa Kawi. Karyanya yang terkenal adalah Layang Ambiya yang menceritakan tentang 25 nabi dan ajaran tasawuf. Ia juga merupakan pencipta gending (lagu) pengkur.

Saat ini komplek makam Sunan Drajat sedang dalam tahap renovasi dan penataan sehingga kenyamaan para peziarah agak sedikit terganggu, namun antusias peziarah dari seluruh Indonesia begitu luar biasa puluhan Bis besar, Bis Mini, kendaraan pribadi berjejer rapi di areal parkir kompleks makam Sunan Drajat sore itu.

Setelah memanjatkan doa dan tahlil di kompleks makam Sunan Bonang, rombongan membeli oleh-oleh yang tersedia di sepanjang jalan keluar komplek makam menuju areal parkir. Selanjutnya rombongan akan menuju ke tujuan akhir yaitu ke makam Maulana Iskak (Ayahanda Sunan Giri) yang letaknya berjarak sekitar 2 km dari makam Sunan Drajat.

Perjalanan kali ini begitu berkesan karena kami yang berjumlah 17 orang selalu nampak kompak, dan ceria baik saat di dalam kendaraan, di meja makan maupun saat foto bareng di setiap tempat yang kami kunjungi.

Istanaku, 20 Desember 2021 (Hari ke-706)