Ahmad Syaihu

'Manulislah dengan hati, dan niatkan untuk ibadah, karena tulisan anda akan menjadi warisan peradaban bagi generasi yang akan datang' Guru di MTsN 4 kota Surab...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mendikdasmen Abdul Mu'ti Akibat Efisiensi Anggaran 400 Ribu Guru Gagal Sertifikasi
Abdul Mu'ti tentang efisiensi anggaran berdampak PPG

Mendikdasmen Abdul Mu'ti Akibat Efisiensi Anggaran 400 Ribu Guru Gagal Sertifikasi

 

Pemerintah telah menetapkan kebijakan efisiensi anggaran untuk tahun 2025, yang salah satu dampaknya dirasakan langsung oleh sektor pendidikan. Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), yang merupakan syarat utama bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi dan Tunjangan Profesi Guru (TPG), mengalami pemangkasan drastis. Akibatnya, sekitar 400 ribu guru dipastikan batal mengikuti PPG tahun depan, yang menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan Indonesia.

Dari kuota awal sebanyak 806 ribu peserta PPG yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2025, jumlah tersebut dipangkas lebih dari separuhnya. Kini, hanya sekitar 400 ribu guru yang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program tersebut. Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi keras, terutama dari para guru yang telah lama menanti kesempatan sertifikasi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan kompetensi profesional mereka.

PPG: Bukan Sekadar Sertifikasi, Tetapi Standar Kompetensi Guru

Sejak diperkenalkan, Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) menjadi gerbang utama bagi para tenaga pengajar untuk mendapatkan pengakuan profesional. Sertifikasi melalui program ini tidak hanya berfungsi sebagai syarat mendapatkan tunjangan, tetapi juga sebagai jaminan bahwa tenaga pendidik yang mengajar di sekolah-sekolah memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar pendidikan nasional.

"PPG bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari peningkatan kualitas tenaga pengajar. Jika program ini dipangkas, bagaimana kita bisa memastikan bahwa guru-guru di sekolah memiliki standar kompetensi yang baik?" ujar seorang pengamat pendidikan yang enggan disebutkan namanya.

Kekhawatiran ini semakin beralasan mengingat bahwa kualitas pendidikan sangat bergantung pada kompetensi tenaga pengajar. Dengan pemangkasan ini, ribuan guru yang telah memenuhi syarat PPG kini harus menunggu lebih lama tanpa kejelasan kapan mereka bisa mendapatkan kesempatan yang sama.

Dampak Langsung bagi Kesejahteraan Guru

Bukan hanya soal kompetensi, pemangkasan anggaran PPG juga berdampak langsung pada kesejahteraan guru. Guru yang tidak mengikuti PPG otomatis tidak bisa mendapatkan sertifikasi, yang menjadi syarat utama untuk memperoleh Tunjangan Profesi Guru (TPG).

Seorang guru honorer yang telah lama menantikan kesempatan ini mengungkapkan kekecewaannya, "Kami sudah bertahun-tahun menunggu untuk bisa ikut PPG dan mendapatkan sertifikasi. Dengan pemangkasan ini, kesempatan kami semakin kecil, padahal kesejahteraan kami sangat bergantung pada ini."

Bagi banyak guru, terutama yang berstatus honorer, TPG menjadi sumber pendapatan yang sangat diandalkan. Dengan hilangnya kesempatan sertifikasi ini, kondisi ekonomi mereka semakin sulit, yang bisa berdampak pada semangat dan motivasi dalam mengajar.

Janji Peningkatan Kualitas Pendidikan vs. Realitas Pemangkasan Anggaran

Pemerintah selama ini selalu menekankan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan kompetensi tenaga pengajar. Namun, pemangkasan anggaran PPG justru menunjukkan ketidakkonsistenan dalam kebijakan tersebut.

Di satu sisi, pemerintah menggaungkan pentingnya sertifikasi untuk memastikan bahwa tenaga pengajar memiliki kualitas terbaik. Di sisi lain, mereka memangkas anggaran yang justru menjadi kunci utama dalam pencapaian tujuan tersebut.

"Jika guru tidak tersertifikasi, bagaimana pendidikan bisa lebih baik? Apakah kita harus puas dengan tenaga pengajar yang apa adanya?" kritik seorang akademisi dari salah satu universitas terkemuka di Jakarta.

Ketimpangan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah pendidikan benar-benar menjadi prioritas dalam kebijakan nasional, atau justru semakin dipinggirkan oleh efisiensi anggaran?

Dampak Jangka Panjang: Masa Depan Pendidikan yang Terancam

Dampak dari kebijakan ini tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi juga berpotensi merusak sistem pendidikan dalam jangka panjang. Tanpa sertifikasi, banyak guru akan tetap berada dalam posisi yang kurang diakui secara profesional, yang dapat mempengaruhi semangat mereka dalam mengajar.

Selain itu, kualitas pendidikan yang tidak ditopang oleh tenaga pengajar yang kompeten bisa menghambat peningkatan mutu pendidikan nasional. Siswa yang seharusnya mendapatkan bimbingan dari guru yang telah teruji kompetensinya, kini harus menerima kondisi apa adanya akibat keterbatasan jumlah guru yang tersertifikasi.

Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia akan mengalami stagnasi dalam hal peningkatan kualitas pendidikan, yang pada akhirnya dapat berdampak pada daya saing sumber daya manusia di tingkat global.

Menanti Solusi dari Pemerintah

Hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengatasi dampak dari pemangkasan anggaran PPG ini. Banyak guru yang berharap pemerintah segera mengeluarkan kebijakan alternatif yang dapat memberikan mereka kesempatan lain untuk memperoleh sertifikasi.

Beberapa solusi yang diharapkan antara lain:

Penjadwalan ulang PPG bagi peserta yang terdampak pemangkasan, agar mereka tetap memiliki kesempatan dalam periode berikutnya. Subsidi anggaran tambahan untuk menambah kuota peserta PPG tanpa harus mengorbankan sektor lain. Alternatif sertifikasi berbasis pengalaman kerja bagi guru yang telah mengajar dalam kurun waktu tertentu, sebagai bentuk pengakuan kompetensi mereka.

Jika tidak ada solusi yang segera diterapkan, maka dampak kebijakan ini akan semakin luas, tidak hanya bagi tenaga pengajar tetapi juga bagi kualitas pendidikan nasional.

Kesimpulan

Pemangkasan anggaran PPG 2025 yang menyebabkan 400 ribu guru batal mengikuti sertifikasi merupakan kebijakan yang menuai kritik luas. Tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan guru, tetapi juga mempertaruhkan masa depan pendidikan nasional.

Dengan sertifikasi yang menjadi syarat utama bagi pengakuan profesional guru, pemangkasan ini akan berdampak pada kompetensi tenaga pengajar serta kualitas pembelajaran di sekolah. Selain itu, kebijakan ini juga menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, karena di satu sisi menuntut peningkatan kompetensi, namun di sisi lain justru memangkas anggaran untuk mendukungnya.

Kini, perhatian tertuju pada langkah pemerintah selanjutnya. Akankah ada solusi untuk mengatasi dampak dari kebijakan ini? Ataukah pendidikan hanya akan menjadi sektor yang terus dikorbankan atas nama efisiensi anggaran? Jawabannya akan sangat menentukan arah pendidikan Indonesia di masa depan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Setiap usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan namun belum seiring dengan kesejahteraan

17 Feb
Balas



search

New Post