Ahmadi Satria

Hello guys perkenalkan nama aku Ahmadi satria biasa di panggil mady lahir di duri kebangsaan Indonesia asli budak melayu, bapak minang, mamak melayu..hihi 😁....

Selengkapnya
Navigasi Web

Keinginan Laki - laki Biasa

Di pinggiran sungai siak hiduplah seorang anak muda bernama Bono. Ia selalu dikucilkan warga desanya karena kerjanya yang hanya mengutip sampah yang dibuang warga desa ke sungai siak. Bono tidak memiliki pekerjaan tetap. Waktunya hanya dihabiskannya untuk mengutip sampah saja. Bono Hanya berteman dengan Gagak. Seekor monyet yang selalu setia bersama dengan Bono. Gagak sangat patuh dengan Bono. Saking dekatnya mereka Bono bahkan sering curhat tentang kehidupannya kepada Gagak.

Angin sepoi-sepoi berjalan menyusuri pagi yang cerah dengan kemilauan cahaya mahatari. Seorang anak muda mendekat ke dermaga hendak mengeluarkan sampan usang. Ya, itulah Bono. Ia menelusuri sungai siak yang berhiaskan sampah. Bono tak sendirian, dia ditemani oleh teman setianya yaitu Gagak.

“ckckck… Gagak.. kau tahu tidak? Liat kelakuan warga desa ini.. tak patut kau tiiru yaa! Buang sampah aje kerjenye di sungai!” ujar Bono kepada Gagak yang berada di sampingnya.

“Aaaakk… Aaaakkk… Aaaak…” seru Gagak

“Apelah kau ni Gagak? Cuma bilang Aaak…Aaak..Aaak.. aje dari tadi. Aku sedang cerita dengan kau ni. Kau tau duyung itu cantik sekali kan, kayak Nurlela putrid Pak Mahmud. Tapi walaupun begitu, hatiku tetap untuk Nurlela seorang. Nurlela…oh Nurlela..” ucap Bono sambil memeluk dayung.

Bono kembali tersadar dari lamunannya setelah Gagak menarik ujung bajunya, ia mendayung sampannya hingga akhirnya sampailah ia disalah satu rumah warga yang dekat dengan tepian sungai. Seorang emak-emak berdaster kotak-kotak berjalan ke arah tepian sungai seraya mengangkat sebungkus kantong plastic yang berisikan sampah. Emak-emak itu pun membuang sampahnya ke sungai dengan rasa tak berdosa. Di seberang ada sepasang mata yang melihat kejadian tersebut. orang itu nampak emosi dan hendak menengur emak-emak berdaster kotak-kotak. Ial adalah Bono. Bono mendayung sampannya lebih cepat untuk mendekat dan menegur emak-emak berdaster kotak-kotak.

“Hoi… jangan buang sampah ke sungai, Mak. Nanti kalau banjir, kau mau tanggung jawab? Kalau sudah kotor nanti duyung tak mau datang ke sungai ini !!” ucap Bono dari kejauhan

“Gila kau Bono! Mana ada duyung mau datang ke sungai ini! mimpi aja kau ini. lebih baik kau cari kerja yang lain dari pada mengutip sampah itu!” ujar Emak-emak itu sambil hendak melenggangkan kaki menjauhi tepian sungai.

“Kau yang gila. Tidak percaya yang aku sampaikan. Kalau sudah banjir kau pasti merana. Nanti kalau duyung datang awas saja kau.. dia akan marah melihat kelakuanmu itu… Gagak, lihat itu, Kau percayakan dengan omonnganku?” serunya sambil menoleh ke Gagak.

“Aaaakk… Aaaakkk… Aaaak…” jawab Gagak seolah paham perkataan tuannya

“Aak… Aaak… Aaak… aja kau cakap dari tadi, ah..” ucap Bono frustasi

Bono pun melanjutkan dayungannya. Menelusuri jantung kehidupan masyarakat desanya yang kini telah terkotori oleh banyaknya sampah. Satu dua dayung dikayuhnya hingga sampailah ia di sebuah rumah di dekat tepian sungai. Rumah indah yang dihiasi taman bunga di depannya seolah menyiratkan eloknya sang pemilik rumah. Di samping rumah terlihat seorang wanita cantik yang sedang menjemur pakaian. Ialah Nurlela, sang pujaan hati Bono. Bono melajukan dayung sampannya hingga merapat ke tepian sungai guna menyapa Nurlela.

“Haai… adik Nurlela yang cantik, bagaikan bunga yang semerbak wanginya..” ujarnya sambil melambaikan tangan kea rah Nurlela

“Hai.. abang” Jawab Nurlela tersipu malu.

“Adik sudah makankah?” tanya Bono

“Sudah abang… abang banyak dapat sampahnya?” ujar Nurlela sambil memberikan senyum termanisnya.

“ini..” ucapnya sambil mengangkat sampah yang berkantung-kantung

“Lela adik abang yang cantik jangan buang sampah seperti warga di ujung sana ya…” sambung Bono

“Iya abang.. “ jawab Nurlela tersipu malu

Dari dalam rumah muncul sesosok tubuh kekar nan berwibawa membawa secangkir kopi. Laki-laki berkumis tebal berjanggut tipi situ tampak sedikit risih dengan kedatangan Bono yang menggoda anak gadisnya, Nurlela.

“Apa hal kau ganggu putriku?” tanya Pak Mahmud garang

“Tidak ada Pak Mertua..” ucapnya sambil senyam senyum

“Tak sudi aku jadi mertua kau Bono. Kau gila.. kerja aja tidak punya. Kau kira mengutip sampah bisa cukup menghidupi kehdupan anakku? Bagaimana mungkin aku menikahkan anak ku denganmu.” ujarnya galak

“Sampah ini harta yang tersimpan pak mertua. Tidak apa-apa pak mertua menolak aku sekarang. Suatu saat nanti pak mertua akan menerima aku sebagai menantumu. Saye pamit dulu pak mertua. Assalamualaikum pak mertua” jawab Bono dengan nada meyakinkan

“Wa’alaikumussalam, gila kau!” umpat pak Mahmud kepada Bono

Matahari hendak melaksanakan tugasnya bersembunyi di ufuk timur. siluet merah merekah di batas peredaran senja. Bono melanjutkan perjalanan pulang menyusuri sungai siak. bertemu sang ibunda adalah tujuan utamanya kini. Ia hendak menceritakan kepada orangtuanya tentang maksud hati ingin melamar sang pujaan hati, Nurlela anak pak Mahmud.

“ibu aku mau menikah….” Ucap Bono setengah berteriak

“Kenapa tiba-tiba tidak ada angin tidak ada hujan, kau mengatakan seperti itu, Bono?” risau ibu Bono

“Ak tadi berjumpa dengan Nurlela anak Pak Mahmud bu.. aku telah jatuh hati dan ingin menikahinya. Kalau ibu tidak percaya tanayakan saja pada Gagak. Benarkan Gagak?” ucap Bono meyakinkan ibunya

“Aaaakk… Aaaakkk… Aaaak…” ucap Gagak bersuara

“Anakku, urungkan niatmu itu. mau kau kasih makan apa anak orang nanti kalau kamu menikahinya? Sementara kerja kau hanya mencari sampah saja.” Ujar Ibu Bono mengiba

“Ibu.. sampah itu merupakan harta yan bernilai harganya kalau kita bisa memanfaatkannya. Ibu harus percaya kepadaku.” Sanggah Bono dengan mata berkaca-kaca

“Terserah kau saja nak. Ibu selalu mendoakanm yang terbaik.” Tambah ibunya

Omongan-omongan tetangganya yang meremehkan dirinya seolah menjadi cambuk bagi Bono. Kini ia bergiat untuk sukses meraih mimpinya. Bono memulai usahanya dengan membuat Bank sampah di sekitar desa tempat tinggalnya. Bermodalkan karung dan lahan kecil yang ia miliki, ia mulai merintis usaha kecilnya. Bono setiap harinya dibantu Gagak memilih dan memilah sampah yang mereka cari di sungai. Tak lupa Bono juga mencari informasi dari luar mengenai pemanfaatan sampah baik organic maupun anorganik. Bono kemudian membuat pola agar warga desa tidak membuang sampah ke sungai. Dari satu rumah ke rumah lainnya ia mengambil sampah. Gayung bersambut, wargapun merasa terbantu dengan upaya yang dilakukan Bono. setiap harinya dengan jadwal yang sudah ditentukan Bono, para warga rutin membawa sampah mereka ke tempah sampah yang dibuat oleh Bono.

Usaha membuahkan hasil. Beberapa tahun kemudian Bono berhasil mengembangkan usahanya dibidang sampah. Kini semua sampah yang ia miliki sudah menjadi nilai uang. Niatnya yang sempat terkubur untuk meminang Nurlela putri pak Mahmud kembali muncul ke permukaan. Dengan gagahnya Bono membawa hantaran yang begitu banyak, sehingga warga desa termenung melihat kesuksessan Bono.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Top Markotop Ustadz

29 Jan
Balas



search

New Post