Navigasi Web
TRADISI BANCAKAN DI WONOGIRI  (67)

TRADISI BANCAKAN DI WONOGIRI (67)

Artikel:

TRADISI BANCAKAN DI WONOGIRI

Oleh: Agus Sumarno, S.Pd.,MM.,M.Pd.

Bancakan adalah acara makan bersama dalam satu wadah. Tradisi bancakan ini masih sangat populer di kampung-kampung, utamanya di Jawa. Bancakan merupakan bagian dari selamatan atau syukuran yang biasanya diadakan sebagai bentuk rasa syukur untuk memperingati kelahiran, bersih dusun dan juga bancakan peringatan pendakan kematian.

Di Wonogiri tradisi bancakan masih dilestarikan di desa-desa secara turun-temurun. Menu bancakan meliputi nasi bucengan, ingkung ayam, serangkaian nasi dan sayur kluwih di dalam takir, jajan pasar, jenang abang-putih, telor ayam, apem, sayur gudhangan, dan buah-buahan.

Dalam hal ini bancakan digunakan untuk menyebut tradisi makan bersama atau berbagi makanan bersama bagi anak-anak untuk selamatan. Selamatan itu dimaksudkan untuk memohon keselamatan. Jadi, kata 'bancakan' dapat digunakan untuk menyebut hidangannya ataupun acaranya.

Awalnya, bancakan digunakan untuk menyebut sajian masakan (kuliner) tradisional dari Jawa Tengah atau Jawa Timur yang terdiri atas nasi dilengkapi sayur-sayuran hijau yang dicampur parutan kelapa berbumbu manis, pedas, asin yang disebut 'urap' dengan lauk sederhana seperti telur rebus dan ikan asin goreng.

Bancakan Weton adalah peringatan hari lahir berdasarkan Saptawara dan Pancawara, yang merupakan tradisi masyarakat yang dilakukan pada hari kelahiran berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang berputar 35 hari sekali. Artinya peringatan ini dilakukan setiap 35 hari sekali.

Simbol dalam tradisi bancakan weton bisa dirunut dari uba rampe yang digunakan, yaitu nasi tumpeng, gudangan, telur, dan perangkat yang digunakan, seperti daun pisang. Makna moral dan makna spiritual bancakan weton berakar pada keyakinan masyarakat tentang harapan akan keselamatan dan kemujuran.

Uba rampe dalam bancakan weton meliputi:

1. Nasi putih.

Nasi putih yang dibuat tumpeng adalah simbol dari gunung yang menunjukan bahwa tumpeng adalah interpretasi terhadap doa manusia yang menuju ke atas (Tuhan), Tumuju marang pengeran (tertuju kepada Tuhan); Dedonga anteng, meneng, metentheng (berdoa dengan tenang, diam dan teguh). Tumpeng ini juga bermakna sebagai keadaan di dunia ini. Segala macam dan ragam yang ada di dunia ini berasal dari Yang Satu.

2. Tebu.

Tebu mempunyai makna Anteping kalbu (mantapnya hati) Maksudnya adalah mantapnya hati menuju kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Ingkung (ayam yang dimasak utuh).

Ingkung mempunyai makna Ingsun tansah manekung (Aku selalu menyembah dan memohon kepada Tuhan)

4. Gudangan atau kuluban.

Gudangan terdiri dari beraneka macam sayuran yang direbus yang memiliki makna Gudange duwit (Gudangnya uang); Sakparan-paran ora kepaten dalan ( Dimanapun tidak tersesat jalan).

5. Telur Rebus.

Telur rebus memiliki makna asal muasal terjadinya mahkluk hidup. Untuk bancaan weton telur yang digunakan memilki jumlah angka tertentu, yaitu 7, 11 atau 17 butir. Angka 7 (pitu) melambangkan pitulungan (pertolongan), 11 (sewelas) melambangkan kawelesan (belas kasih) dan 17 (pitulas) bermakna pilungan lan kawelasan (pertolongan dan belas kasih).

Telur rebus yang digunakan untuk bancaan weton dahulu harus menggunakan telur ayam jawa yang dibiarkan utuh dan tidak dikupas kulitnya. Namun seiring berkembangnya jaman, telur yang digunakan dapat berupa telur ayam jenis apa saja dan kulitnya telah dikelupas.

6. Bumbu urap atau Sambel Gudangan.

Sayur-sayuran yang disajikan dalam bancakan weton hanya direbus dan diberi bumbu urap/sambel gudangan. Gudangan terdiri dari kelapa muda diparut yang diberi bumbu masak bawang putih, bawang merah, ketumbar, daun salam, laos, dan jeruk purut, sere (serai), gula merah dan garam secukupya.

7. Jajan Pasar.

Jajan pasar terdiri dari makanan tradisional yang ada di pasar. Misalnya:

a) Wajik

Wajik mempunyai makna wani tumindak becik yaitu berani berbuat kebaikan

b) Gendhang Ijo

Gendhang ijo mempunyai makna Gawe seneng anak lan bojo (berbuatlah menyenangkan anak dan istri)

c) Sukun

Sukun mempunyai makna supaya rukun

d) Nanas

Nanas mempunyai makna wong urip ojo nggragas (orang hdup jangan searakah

e) Dhondong

Dhondong mempunyai makna ojo kegedhen omong (jangan besar omong)

f) Jambu

Jambu memiliki makna ojo ngudal barang sing wis mambu (jangan melakukan seusatu yang buruk)

g) Jeruk

Jeruk mempunyai makna jobo jero kudu mathuk (luar dalam/lahir batin harus sesuai atau sejalan)

Seluruh jajan pasar yang diuraikan diatas memiliki makna umum Urip yen dasar tatanane Gusti tentu ora bakal nyasar (hidup kalau mengikuti aturan Tuhan tentu tidak akan salah jalan)

8. Kembang Setaman.

Kembang Setaman yang dimaksud adalah aneka macam kembang (tidak satu jenis saja) yang biasanya ada di taman. Kembang Setaman yang biasanya digunakan untuk bancaan weton terdiri dari : mawar merah, mawar putih, bunga melati, kanthil dan kenanga. Setiap kembang memiliki makna sendiri-sendiri. Misalnya:

a) Bunga mawar: Awar-awar supaya selalu tawar dari segala nafsu negatif.

b) Bunga melati: melat-melat ning ati selalu eling lan waspada

c) Kanthil: supaya tansah kumanthil, hatimy selalu terikat oleh tali rasa dengan para leluhur yang menurunkannya, kepada orang tua dengan harapan anak selalu berbakti kepadanya. Kathil sebagai pepeling (pengingat) supaya anak idak durhaka kepada orang tuanyaditambah gula jawa dan garam secukupnya

9. Bubur 7 rupa.

Bubur 7 rupa di sini bahan dasarnya adalah bubur putih atau gurih (berasal dari beras yang diberi santan dan garam) dan bubur merah atau bubur manis (berasal dari beras ditambah gula jawa dan garam). Dari kedua bubur tersebut, dibuatlah 7 kombinasi :

a) Bubur merah

b) Bubur putih

c) Bubur merah silang putih

d) Bubur putih silang merah

e) Bubur putih tumpang merah

f) Bubur merah tumpang putih

g) Baro-baro (bubur putih ditaruh sisiran (irisan) gula merah dan parutan kelapa secukupnya). Bubur merah adalah lambang ibu. Bubur putih melambangkan ayah. Lalu terjadilah hubungan silang menyilang, timbal-balik, dan keluarlah bubur baro-baro yang melambangkan kelahiran anak. Hal ini menyiratkan ilmu sangkan, asal mula kita dan menjadi pepeling agar kita tidak menjadi anak yang durhaka

10. Uang logam (koin).

Uang logam atau koin diletakan di bawah tumpeng atau tepatnya diletakkan di bawah daun pisang yang menjadi sarana untuk meletakkan tumpeng, dengan makna bahwa konsep uang di masyarakat Jawa berada di bawah, dan janganlah mengagung-agungkan uang karena uang bukanlah segalanya.

Selain uba rampe yang telah diuraikan, ada pula alat kelengkapan upacara yang peletakannya juga memiliki makna. Alat kelengkapan dalam upacara bancakan weton adalah:

1) Daun pisang secukupnya, digunakan sebagai alas tumpeng dan alas bahan-bahan lainnya

2) Kalo (saringan santan) sebagai tempat untuk menyajikan ubo rampe bancakan weton)

3) Cobek, yang digunakan untuk tempat penyajian uba rampe bancakan weton. Kalo diletakkan di atas cobek. Cobek merupakan symbol dari bumi (tanah) tempat kita berpijak. Nasi tumpeng dan segala isinya yan diletakkan dalam kalo akan terguling apabila tidak dialasi oleh cobek. Hal ini mengisyaratkan makna hendaknya dalam menjalani hidup di dunia ini ada keseimbangan dan keharmonisan antara bumi dengan isinya, atara jasmani dan rohani, antara kebutuhan jiwa dan raga, sehingga menjadi manusia sejati yang meraih kemerdekaan lahir dan batin.

Daun pisang yang hijau melambangkan kesuburan dan pertumbuhan. Maknanya adalah pengharapan dan doa agar negeri kita maupun pribadi kita selalu diberkati Tuhan agar menjadi negeri dan pribadi yang subur dan makmur.

Tradisi bancakan weton secara moral tertulis dalam bentuk mantra. Meskipun mantra ini tidak lagi menjadi pedoman karena tergeser oleh kebenaran ajaran agama, sistem tradisi dan kepercayaan dalam mantra bisa menunjukkan bagaimana bancakan weton melahirkan sistem kepercayaan.

Tradisi ini melambangkan penghargaan terhadap nilai-nilai moral, spiritual, tradisi dan agama. Simbol dalam bancakan weton dapat dirunut dari uba rampe bancakan weton. Makna moral dan spiritual dari bancakan weton berakar pada keyakinan sedulur papat limo pancer dan pengendalian hawa nafsu manusia.

Namun, tradisi bancakan weton mulai berangsur hilang. Ada empat alasan yang bisa dikemukakan, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat, masyarakat yang kurang menghargai budaya asli Indonesia, anggapan bahwa bancakan weton merupakan perbuatan syirik dan mantra dalam bancakan weton bukanlah doa dan harus diganti oleh doa.

Alasan-alasan tersebut merupakan alasan yang paling signifikan membuat orang tidak mau melakukan bancakan weton walaupun simbol-simbol yang digunakan sebenernya adalah bentuk komunikasi terhadap Tuhan dan sesama.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post