Agus Siswanto

Alumni D 3 Pendidikan Sejarah IKIPN Yogyakarta tahun 1988, pernah mengajar di Baucau Timor Timur (1989 - 1999). Kini mengajar di SMAN 5 Magelang, hobby olah rag...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sumbu Pendek (Tantangan Hari ke 27)
https://www.ayobandung.com/read/2019/05/20/52821/dubes-mesir-tak-ada-korban-wni-pada-serangan-teror-bom

Sumbu Pendek (Tantangan Hari ke 27)

Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini arus informasi begitu deras mengisi ruang publik kita. Kejadian sekecil apapun di setiap sudut bumi dapat dipastikan dapat tersebar dengan cepat. Kecanggihan berbagai perangkat komunikasi yang ada sebagai penyebabnya. Hal ini jauh berbeda dengan situasi 20 hingga 30 tahun yang lalu.

Situasi ini terjadi pula dengan beberapa kejadian di tanah air. Media online dengan segala kecanggihannya mampu menyalip peran media cetak yang semakin lama ditinggalkan masyarakat. Sehingga dalam hitungan detik, masyarakat mampu menangkap informasi pertama berkaitan dengan suatu peristiwa. Namun, ternyata kemudahan mengaskses informasi ini justru melahirkan berbagai ekses yang tidak kita duga. Sikap reaktif yang berlebihan terkadang justru mengaburkan esensi dari informasi yang diterima.

Contoh paling hangat yang dapat kita saksikan adalah berkaitan dengan musibah di SMP Negeri 1 Turi beberapa waktu yang lalu. Dengan tanpa bermaksud menyalahkan siapapun, peristiwa tersebut seakan menjadi bergerak liar. Kabar yang terakhir adalah viralnya pernyataan beberapa pihak terkait dengan kelanjutan penanganan peristiwa tersebut. Seperti yang sudah dapat diduga, berbagai macam reaksi ungkapan kemarahan pada pihak-pihak tertentupun bertebaran. Obrolan berkaitan dengan hal itupun hangat di kalangan guru. Padahal belum lepas dari ingatan kita, kemarin berbagai pihak ramai-ramai menyalahkan pihak sekolah sebagai pihak yang harus bertanggungjawab.

Kenyataan semacam ini menunjukkan betapa saat ini masyarakat kita diibaratkan dengan istilah sumbu pendek. Sebuah istilah untuk menggambarkan betapa mudahnya kita meledakkan kemarahan karena sesuatu hal. Tekadang yang kita kedepankan emosi dibandingkan logika. Reaksi inilah yang diibaratkan dengan sumbu pendek. Padahal, agama memberikan ruang yang namanya tabayyun sebagai upaya untuk konfimasi tentang sesuatu. Sebuah ruang yang mengajak kita untuk duduk bersama. Karena dengan duduk bersama, maka kita dapat mendudukan masalah pada tempatnya dan menepikan emosi menggantikannya dengan logika.

Tapi, yah begitulah kondisi masyarakat saat ini. Bahkan kemarin di ruang guru kami pun sempat dihebohkan dengan sebuah postingan salah seorang guru berkaitan dengan AKM. Postingan yang mengatakan bahwa, jika nilai AKM di bawah 80, maka TPG bagi guru bersangkutan akan ditinjau lagi. Akibat dari postingan tersebut, berbagai komentarpun bermunculan. Dan ironisnya sebagian besar komentar yang muncul bernada kejengkelan terhadap kaitan antara AKM dengan TPG. Waduh, lagi-lagi sumbu pendek.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Iya pak istilah sumbu pendek keren. Bisa diviralkan pak he..he.. Bahasa saya kemudahan berbagi informasi sehingga menjadi bola liar yang multi inrerpretasi. Sehat, bahagia, dan sukses selalu

28 Feb
Balas

Mantul

27 Feb
Balas



search

New Post