Mojokerto, Minggu, 25 Oktober 2020

Bulan Oktober tak terasa sudah penghujung. Andai rembulan, tentu sudah tergerogoti purnamanya. Tak sampai seminggu lagi sisanya. Selain diperingati sebagai bulan bahasa, Oktober juga memiliki unsur bulan bagi pemuda. Tidak lain karena pada akhir bulan ada penanda tanggal yang historis – Sumpah Pemuda.

Membincang soal pemuda, bisa jadi, tidak bisa lepas dari kutipan epic yang biasa kita dapati dari puisi “Wahai Pemuda mana telurmu?” karya Sutardji Calzoum Bachri. Tapi bukan itu yang akan saya obrolkan, melainkan tentang si Pakde yang ternyata ada sejumput perhatian terhadap isu edukatif. Meskipun dia mengaku hanya seorang perajin persepatuan kecil-kecilan.

“Oom, berarti awak ini masih tergolong pemuda, ya?” tanya dia ketika ngopi.

“Tergantung, Pakde.” jawab saya,”apa sampean ingin pindah ke golongan pemudi saja? Mumpung banyak lowongan, nih.”

“Ojo, Oom, jangan! Meskipun jomblo begini, setidaknya masih ada peluang dan kesempatan. Betul, nggak?”

“Sipp, betul banget, Pakde. Semangat!” jawab saya sambil mengembat kretek dia,”yang penting juga, target sampean, selain harus pemudi, jangan sampai milik orang lain.

“Iyalah, Oom.”

“Betewe, masih mengincar si Mbak yang itu, kan?”

“Enaknya, bagaimana, Oom?”

“Apa perlu sampean saya promosikan, testimoni atau viralkan di Facebook? Saya tag, boleh?”

“Di-tag? Emoh, janganlah!”

“Lho, memang kenapa, Pakde?”

“Nanti dikira koplak dan kenthir kayak sampean.”

“Anjiirrr, …!”

Selamat beristiqomah, Salam waras!