Melibatkan Orang Tua Siswa dalam Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang begitu digaungkan oleh pemerintah pusat bukanlah kegiatan yang bisa dilihat hasilnya dalam waktu singkat. Karena gerakan ini tidak hanya berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis namun juga pada pengembangan penalaran kritis (critical thinking) siswa. Oleh karena itu gerakan ini tidak hanya cukup dengan kegiatan pembiasaan membaca 15 menit di sekolah saja.
Dalam rangka mencapai hasil yang baik maka kegiatan pembiasaan tidak cukup dilakukan dalam jangka waktu 15 menit saja. Sekolah juga dianjurkan melengkapi dengan perangkat literasi yang memadai. Perangkat tersebut seperti sudut baca di kelas maupun di taman sekolah, pajangan yang bertemakan literasi dan juga pajangan hasil karya literasi siswa.
Sesuai dengan panduan GLS yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kegiatan pembiasaan membaca diharapkan mampu menjadikan membaca menjadi kebiasaan atau perilaku (habit) bagi siswa. Mengingat data PISA tahun 2012 yang menunjukkan peserta didik Indonesia sangat rendah dalam hal keterampilan memahami bacaan. Padahal pada usia 7-12 tahun sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis. Kemampuan tersebut bisa dilatih salah satunya dengan banyak membaca.
Bagi sekolah/madrasah yang sadar dengan pentingnya GLS ini tentu sudah mulai dengan berbagai kegiatan sesuai dengan panduan. Namun tidak boleh dilupakan pula peran pihak lain dalam pengembangan GLS ini. Kegiatan ini tidak boleh hanya berkutat di sekolah saja namun harus berlanjut ke rumah. GLS adalah sebuah bingkai besar kegiatan dalam dunia pendidikan yang tidak akan bisa terlepas dari peran keluarga di rumah masing-masing siswa.
Sekolah dan rumah mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dalam rangka mengembangkan kemampuan literasi anak. Pahl and Rowsell (2005:61) menjelaskan bahwa walaupun sekolah dan rumah merupakan sebuah batas namun bisa dihubungkan satu dengan yang lainnya. Dalam teori literasi, sekolah dan rumah masing-masing merupakan domain bagi praktik literasi. Meskipun tempat yang berbeda namun kegiatan pratik literasi berhubungan sangat erat. Apa yang dilakukan oleh siswa di sekolah tentu akan dibawa pulang begitu juga sebaliknya. Apa yang didapat oleh siswa di rumah akan mempengaruhi praktik literasi ketika di sekolah.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Schick pada tahun 2014 (Journal of Applied Developmental Psychology Vol. 35, 370–380) membuktikan bagaimana kegiatan literasi di rumah mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan kemampuan siswa di sekolah. Penelitian ini dilakukan di Penduduk Latin Amerika Serikat yang secara ekonomi masih tergolong miskin. Peneliti meminta orang tua siswa membacakan buku cerita bergambar kepada anaknya secara rutin. Kemudian pada saat di sekolah siswa juga dibacakan cerita oleh gurunya dengan buku yang berbeda. Setekah itu pada waktu yang telah ditentukan dilakukan pengujian ternyata siswa-siswa tersebut mampu melakukan ujian menceritakan isi buku bergambar tanpa kata dengan baik.
Dari penelitian tersebut di atas dapat dilihat bagaimana pengaruh kegiatan literasi di rumah. Betapa kegiatan literasi di rumah menjadi daya dukung yang sangat kuat bagi pengembangan akademik siswa di sekolah. Juga terlihat jelas bagaiman hubungan yang sangat erat antara rumah dan sekolah dalam pengembangan literasi siswa.
Dalam hal kegiatan pembiasaan membaca, pihak sekolah perlu menjalin hubungan yang baik dengan pihak orang tua siswa. Dengan melakukan sosialisasi kepada orang tua siswa maka mereka juga akan memahami apa yang sedang dilakukan oleh sekolah. Dengan demikian pihak sekolah bia memastikan keberlangsungan kegiatan pembiasaan membaca berlanjut sampai di rumah. Alokasi waktu juga bisa diatur di rumah sesuai dengan jangka waktu di sekolah, yaitu 15 menit. Orang tua diharapkan berperan aktif dalam mengatur pembiasaan tersebut dengan membuat jadwal bagi putra-putrinya di rumah.
Tidak hanya itu orang tua siswa juga bisa menjadi teladan yang baik dalam hal pelaksanaan kegiatan literasi. Teladan bisa diberikan dengan membiasakan diri membaca di rumah baik itu membca Koran, majalah, maupun dari sumber-sumber lain. Dengan orang tua sebagai model ini maka diharapkan siswa akan terbiasa dengan lingkungan yang literat. Keluarga yang terbiasa dengan kegiatan literasi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap anak.
Tentunya tidak semua keluarga bisa membangun iklim litetasi yang baik di rumah. Disebabkan oleh kondisi ekonomi yang tidak merata bagi semua keluarga. Hal itu tentu berpengaruh pada ketersediaan bahan bacaan di rumah. Namun itu bukanlah menjadi halangan bagi pembiasaan literasi di rumah. Kegiatan literasi bisa dilakukan secara bersama antar semua anggota keluarga. Sebagai contoh, orang tua bisa menjadi pendengar yang baik bagi anaknya yang diminta untuk membacakan cerita dengan nyaring. Kegiatan ini bisa melatih kepercayaan diri anak sebagai bekal yang sangat diperlukan di sekolahnya.
Banyak hal yang bisa dilakukan oleh keluarga dalam berperan aktif untuk mengawal GLS ini. Asalkan orang tua dilibatkan oleh pihak sekolah tentunya. Tanpa pelibatan melalui komunikasi yang baik antara pihak sekolah dan orang tua siswa maka hal itu tidak bisa berjalan dengan baik. Peran sekolah sangat penting dalam hal ini mengingat sosialisasi GLS ini oleh pemerintah secara khusus tidak dilaksanakan sampai ke pihak orang tua siswa.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Segitiga sukses yang Pak Agus. Orang tua, guru, dan siswa. Salam dari Sakra Timur
Salam jg Pak. Ktemu jg dg yg dri LOTIM