SETAJAM SEMBILU
Falsafah Sembilu
Kata-kata sembilu sering ditemukan dalam berbagai percakapan di tengah masyarakat. Bahkan kalau ditelusuri dalam berbagai ungkapan dan karya sastra serta karya seni, kata sembilu paling sering dijadikan sebagai bahan pokok garapan katagarapan. Seorang penyair begitu piawai merangkai kata menggunakan objek sembilu sebagai sampiran sajaknya seakan membuat para pembaca barayun-ayun dan terbuai. Seorang sastrawan begitu pandai menggunakan kata ini sebagai ungkapan perasaan hati yang sedang bergejolak di dalam dadanya. Seakan membawa para penikmat tulisannya ikut merasakan apa yang sedang menggelora dalam jiwa pengarangnya. Begitu juga seorang musisi merangkai lagunya lirik demi lirik menggunakan kata sembilu untuk mempercantik alunan irama yang dimainkan. Seakan membawa pendengar larut dalam lantunan bait lagu yang dinyayikan, sehingga audiens terhipnotis ikut bernyayi mengikuti alunan lagu yang sedang dinyayikan.
Dalam kehidupan kata-kata sembilu begitu populer sebagai perbendaharaan kata. Namun dibalik itu semua tidak semua orang mengetahui apa itu sembilu. Terutama generasi 2000-an ke atas kecuali yang tinggal di kampung-kampung. Mereka sering bertanya setelah mendengar kata ini. Sembilu itu apa sih ma...? kok tajam banget ya...? emangnya terbuat dari besi apa sih...? sama kayak silet ya ma...? ujar mereka. Pertanyaan ini susah juga untuk dijawab kalau tidak diterangkan secara kontekstual di alam nyata. Menurut KBBI V definisi sembilu adalah: "kulit buluh yang tajam seperti pisau (dipakai untuk meretas perut ayam, memotong tali pusat, dan sebagainya)".
Dari pengertian di atas dijelaskan bahwa "sembilu" berasal dari kulit batang bambu bagian luar yang tajam. Konon dulunya sebelum masyarakat mengenal silet alat ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti membelah usus ayam, membelah perut belut, memotong tali pusat bayi, untuk memotong khitanan anak laki-laki dan lain sebagainya. Wuih...ngeri dengarnya, kalau begitu tajam amat? tuh sembilu. Trus kalau tajam gitu pantas orang dulu mengatakan "hatiku luka serasa disayat sembilu". Jarang kita dengar atau belum kita dengar kata-kata "hatiku perih serasa disayat silet" he..he.. . Itulah uniknya kulit bambu alias "sembilu".
Sembilu itu tidak akan tajam kalau ia belum berpisah dengan bambu. Ia akan tajam kalau bambu itu pecah dan sembilunya siap beraksi melukai bagi orang yang tidak hati-hati memegangnya. Pelajaran yang bisa kita ambil dari kehidupan sembilu adalah saling menjaga, melindungi dan membela antara bambu dan sembilu. Bagai pepatah "bagai bambu tak bersembilu" rapuh dan mudah patah. Jadikanlah semangat sebagi sembilu diri kita, kuatkan iman di dada tatap masa depan yang cerah. Jangan putus asa dalam hidup selagi Allah swt mengasih jatah hidup di dunia.
Payakumbuh, 11Juli 2020
adri jumeldi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar