PERKENALAN BUYA DAN UMI
Wajah Buya (baca: Ayah) tampak masih basah sesekali terlihat air menetes di ujung jarinya, sepertinya beliau baru saja bauluak (Berwudhu). Pemilik tangan yang kulitnya mulai kendor dengan urat yang tampak jelas dibawah kulit itu mencoba meraih sesuatu di atas lemari dengan posisi kaki di atas jari (urang sariak laweh menyebutnya dengan stenjeang entah apa bahasa indonesianya😁), ternyata beliau mengambil kopiah beludru lusuh yang satu-satunya beliau miliki, kopiah itu terlihat sudah memutih dibagian depannya barangkali karena bekas sujud beliau atau memang karena usianya yang sudah usang, entahlah...
Yang jelas kopiah itu adalah penutup kepala yang sudah menemani perjalan hidup beliau semenjak Siti ada. Kopiah itu senantiasa dipakai setiap beliau keluar rumah baik acara adat, kemalangan, ke surau bahkan ke lapau (kedai) .
"Ndok, sabonta lai urang obang, tutuikla Qur'an tu dak olu suruahlah adiak- adiak bauluak, buya nantian di adoak an ruma (nak, sebentar lagi orang azan tutuplah Alqur'annya dulu, sampaikan ke adik-adikmu untuk segera berwudhu, Buya tunggu di depan rumah)."
"Jadi ya, akak lotak an Qur'an jo talokuang sonta ya(Baik Buya, Kakak simpan Al Quran dan mukena sebentar ya Buya)." Jawab Siti
Tak lama berselang Harun dan Ilyas datang menyusul Buya nya ke depan rumah. Beriring dengan terdengarnya suara Angku bila (muadzin) yang sayup- sayup sampai di telinga.
"Lah ya" ajak Harun dan Ilyas kepada Buya. Tampak Buya merangkul kedua anak lelakinya yang tingginya hampir sedada beliau, senyuman melempar senyuman kepada keduanya. "Buya Siti jo Uni buliah nuruik k surau ya(Buya, siti dan Uni boleh ikut ke surau Buya?)".
"Siti jo Uni di rumah sajo sumbayang, umi nyobuik ka Buya mak odang ka datang lope Isya ko ka rumah, jan lupo angekan aia (siti dan Uni di rumah saja sholatnya, umi tadi menyampaikan ke ayah paman yang besar mau datang ke rumah ba'da isya jangan lupa panaskan air)". Sahut Buya berlalu.
Segera Siti, Uni dan Umi sholat Isya yang di imami oleh Umi. Siti senang di imami oleh selain makhraj dan tajwidnya yang tepat langgamnya juga membuat sholat terasa semakin khusyuk.
Selesai sholat seperti biasa umi memberikan Siti dan Uni beberapa nasehat yang saat ini terasa sangat bermanfaat sekali, orang yang rahimnya pernah disinggahi Siti, Uni, Harun dan ilyas itu tidak lupa juga menceritakan masa mudanya kebetulan malam ini episode perkenalan dengan buya.(ciee... dah kayak sinetron aja.
"Saat itu umi baru pulang surau, setelah meletakkan tilakuang dan berganti baju, tiba tiba uwo datang ke bilik umi menyampaikan bahwa Atuak mau bicara, biasanya kalau seperti itu umi langsung ke ruang tengah karena kalau uwo yang memanggil kalau atuak mau bicara itu penting, maka umi susul atuak ke ruang tengah, uwo juga sudah duduk di sana. Atuak menyampaikan akan ada orang manaikan siriah (datang meminang) dan beliau menanyakan dan meminta pendapat umi ". Umi menghentikan ceritanya sesaat.
"Lanjutnya gimana mi?" Tanya Uni penasaran
"Iya mi bagaimana sambungannya mi?" Timpal Siti tak sabaran.
Umi tersenyum dan melanjutkan cerita "Atuak menyampaikan insyaAllah orang yang ini jauh lebih baik dari yang datang sebelumnya. Takah lagi kata kata Atuak (umi tersenyum). Atuak menyampaikan ketika atuak menjadi Kotik (Khatib) di kampung sebelah Atuak sering meminta orang itu untuk menggantikan beliau Imam, karena kefasihannya melantunkan kalam illahi."
"Uhuk...uhuk... uhuk..." terdengar suara orang berbatuk di halaman spontan ketiga kaum hawa itu memperbaiki mukena mereka dan Uni yang dari tadi sempat melepas mukena lari ke kamar untuk mencari saok kapalo (baca: jilbab) Umipun menghentikan ceritanya seraya menyuruh Siti melihat dari jendela siapa yang datang.
"Mak odang mi" bisik Siti.
"Tolong buka palang pintu nak, persilahkan amak masuak".
.
.
.
.
.
(InsyaAllah bersambung)
.
(Cerita ini lama tersimpan di kepala sengaja ditulis dan dibagikan semoga ada yang bisa mengoreksi pandangan saya yang salah dan berharap bisa menghidupkan kembali suasana kampuang yang sudah hampir punah di kampuang kito, dirangkum dari cerita almarhumah Uwo (umi dari apa) almarhum atuak (bapak dari ama) ibu (ibu dari ama dan saya cucu tertua memanggi beliau juga ibu, tapi cucu beliau yang lain memanggil beliau enek kecuali 'aziyah yang akrab menyapa beliau dengan sebutan kak Ani), dan beberapa bapak2 atuak2 yang dulu sering berbagi cerita kepada kami sembari menunggu waktu isya masuk di mesjid. Yang kebanyakan dari beliau sudah mendahului kita. Allahummaghfirlahum warhamhum.)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang sangat menarik, menggangkat lokalitas daerah. Sukses selalu, Pak.
Terima kasih atensinya pak, semoga Allah jaga negeri kita tercinta dengan kearifan lokal yang berkarakter. Salam dari bumi minang pak
Wah, iko yo sabana sero caritonyo Pak. Mengangkat tradisi ughang awak. Lanjutkan Pak. Sukses selalu Pak.
InsyaAllah kurang labiah seperti itu uni. Tapi itu dulu cerita dari Almarhum kakek dan nenek. Sekarang entahlah, kapan suasana ini akan segera berulang. Semoga tulisan ini bisa membuka mata generasi minang kini dan mendatang.
Rancak Bana catito pendeknya Uda Ade, keren, sukses selalu ya Uda, salam kenal
MasyaAllah terima kasih kak. Salam kenal kembali dari payakumbuh bumiranah minang. Semoga sukses selalu juga buk