Embegmu Embeg Kalilunjar Embeg yang harmoni
Masih dalam balutan agustusan di desa Kalilunjar yang mengusung tema PESTA BUDAYA KALILUNJAR yang syarat akan acara dari tgl 26 agst-4 sept, ada pesta mlm seram, band acustic, gebyar lampion, gedobo, thek thek, malam tirakatan, obor ambal warsa, boyong oyod genggong, pesta pala, embeg dan yang terakhir sebagai gong nya pesta budaya yaitu wayang dengan dalang Kukuh Bayu Aji dan Bimo Setyo Aji. Balutan acara penuh warna dalam nguri nguri budaya lokal, kearifan lokal yang harus terus lestari dan terus ada di jiwa anak-anak muda desa Kalilunjar. Menumbuhkan rasa cinta dengan budaya lokal yang hakiki dan semoga selalu terpateri dalam benak anak-anak desa Kalilunjar.
Tidak kalah menarik sajian acara yang telah ditampilkan. Masih penasaran dengan gedobo dan boyong oyod genggong. Harus dicari sejarahnya harus dituangkan dalam tulisan karena sangat menarik. Tertinggal dengan 2 acara itu tapi tidak mengurangi semangatku untuk menonton embeg. Yaa ,, embeg, seni tradisional yang masih langgeng sampai saat ini di abad 21. Orang tua dulu sangat cinta dalam nguri-nguri budaya lokal. Embeg dari dulu sampai sekarang sama dan tidak tergeser oleh dunia barat yang hingar bingar. Embeg yang harmoni. Harmonisasi antara musik gamelan dan sindennya sangat padu membuat sang penari melenggak lenggok dalam alunannya. Alunan musik tradisional dengan gendang nya yang membumi. Kenong, saron, gong dan yang lainnya menambah harmoni alunannya. Semakin masuk penarinya. Oww oww owww ,,, ada satu pemain yang mulai mendem. Mendem rasa. Mendem dalam balutan nada yang mendayu dengan lengkok tangannya. Makan sabut kelapa. Minum air kembang 7 rupa dan memakan kembang 7 rupa itu. Sang pawang memberi 1 telur mentah ke salah satu pemain yang mulai mendem. Telur masuk dalam mulut dan dikunyah dalam hitungan detik. Semakin Mendem gerakannya dan oooww owww ,,, berubah jadi kuda sembrani. Dengan pecutan dari sang pawang, mata sang pemain menjadi merah dan semakin merah dan akan menubruk siapa saja yang ada di deoannya. Pecutnya membahana berulang kali. Ceter cetar ceteeerrr ,,, kudapun menerjang dan tiba-tiba terkapar, tergelepar, mendesis, dipegang 3 pawang yang handal karena berontak dengan bringasnya sang kuda. Dalam hitungan detik, lemas lunglai dan terjatuh dibobong oleh 3 pawang dibawa ke dalam gubug yang ada. Pemain satu lagi mendemnya semakin menjadi, berkelok kelok tariannya. Owww ,, mendem ular naga. Nagapun menguapkan mulutnya lebar lebar ,, plok plok ploookkk .. mencaplok yang ada. Sang pawang mengambil sejumput kembang setaman dan memasukkan ke dalam mulut ular naga. Plok .. plok .. plookk .. terdiam tergelepar sabg pemain ., kaku dan meragang .. sang pawang menghampiri dan mengusap dahi dan membisikkan mantra ke telinganya. Lunglai, lemas, terjuntai dalam diam dan dibobong oleh temannya ke pinggir arena. Tinggal satu pemain, masih kuat bertahan dengan alunan gendang plus saronnya. Menambah syak dengan selendang hijau di pinggang. Merunduk dan minum apa yang ada. Makan ketela yang terpajang. Oww oww oww ,,, berubah seperti monyet dengan jalan bungkuknya dan memanjat tiang besi bak monyet profesional. Menggoda simbah yang sedang asyek menonton. Menggoda lagi dengan sentuhannya. Penonton tergelak namun takut. Simbah menepiskan tangannya namun sang monyet jadi-jadian tetap merayu dan meminta sesuatu, bersembunyi di bawah meja dengan malu-malu. Sang pawang melempar sejumput kembang setaman dan komat kamit dalam rapalnya. Wusss ... sang monyet terkapar, tergeletak, meragang, menghempaskan raganya di bumi. Terkulai lemah setelah 3 pawang mengelus dahinya dan merapalkan sesuatu di telinganya. Komat kamit dalam harmoni yang ada. 3 orang pawang yang handal dalam menjinakkan setisp pemainnya yang mendem. Tontonan yang menarik karena pemain terakhir yang mendem monyet adalah bukan muda lagi, sudah sepuh kira-kira 50 tahunan namun berjiwa seni yang luar biasa dalam melestarikan embeg dan mencintai embeg. Sajian yang hangat dan membumi durasi 2 jam tanpa jeda. Tontonan yang selalu dibanjiri massa bila saatnya mendem tiba. Embeg identik dengan mendem. Mendem di sini bukan mendem minuman keras atau obat2an terlarang tapi mendem karena dibuat oleh sang pawang. Mendem kemasukan roh kuda, roh kera dan roh ular naga dan akan sembuh oleh rapalan sang pawang. Embeg hanya permainan. Embeg hanya seni tradisional. Bukan rekayasa walo terkadang tidak bisa di nalar oleh pikiran dan otak manusia awam tentang mendem itu tapi kenyataannya mendem juga.
Mari sikapi seni tradisional kita dengan arif dan bijaksana. Jangan mendekati hal-hal di luar agama kita. Seni adalah seni. Mari kita uri-uri bersama sama agar lestari sampai kapanpun juga sampai generasi anak cucu kita.
Bunda emma
17.13

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar