#Tantangan Gurusiana hari ke-52

#pentigraf

Setengah jam lalu, aparat kepolisian memberi kabar bahwa ayah telah berpulang. Beliau tidak mampu bertahan. Setelah dua jam dalam perawatan intensif. Protokol pengurusan jenazah telah selesai dan siap dimakamkan. Namun, atas alasan keamanan dan keselamatan, seluruh keluarga yang ditinggalkan: ibu, aku dan May disarankan tetap tinggal di pengasingan.

Sebenarnya ada gelora yang membara. Ada gejolak yang menyalak-nyalak. Pemakaman seorang ayah tidak boleh diabaikan. Detik-detik ini sangatlah bermakna bagi sejarah keluarga. Karena itu, harus diabadikan. Untuk itu, aku harus melakukan penyamaran. Kupinjam paksa kendaraan teman. Kukenakan jas, kacamata, mafela, dan topi fedora serba hitam. Dengan tetap uduk tenang di belakang kemudi di balik rimbun mahoni agak jauh dari pintu gerbang makam, kusaksikan jenazah ayah diturunkan dari ambulans. Petugas sigap menguburkan dengan upacara penghormatan, purnasatya. Serba singkat. Sepuluh menit kemudian tinggallah tanah gundukan bertabur bunga. Tidak ada kehadiran keluarga. Tidak ada karangan bunga. Sungguh prosesi pemakaman yang sunyi. Hanya doa dalam hati kulantunkan dengan menahan air mata kebanggan.

Benar kata pengamat kriminal di televisi. Dendam belum lunas. Sindikat pengacau keamanan dan ketertiban kota masih mengincar. Meskipun berhasil melumpuhkan ayah, pembalasan tak cukup hanya dengan satu nyawa. Sehari sebelum tragedi ini, memang sekeluarga pimpinan mereka habis di tangan sang jagal bertato garuda emas di dada. Ayah.

Boyolali, 6 April 2020