Abdurrauf Shaleng

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar dari Filosofi Gelas Kosong (Tagur Hari ke-340)

Belajar dari Filosofi Gelas Kosong (Tagur Hari ke-340)

Gelas merupakan wadah untuk menampung minuman. Jika kita memiliki gelas kosong, maka minuman apapun yang dituang ke dalamnya pasti akan tertampung. Namun jika gelas berisi separuh atau telah penuh, bahkan tertutup rapat, kemudian dituangi minuman tentu akan tumpah dan menjadi mubassir. Filosofi mengosongkan gelas diasumsikan sebagai orang haus ilmu yang siap untuk belajar dibarengi kerendahan hati. Dia terbuka, tidak sombong, tidak egois, tidak sok pintar, tidak sok tahu, pokonya tidak merasa lebih dari yang lainnya. Sementara “gelas terisi penuh, separuh atau tertutup” diasumsikan sebagai orang yang memegang ego dan kesombongan atas kemampuan dan kepintaran sendiri di atas dari orang lain. Orang yang seperti ini, tak akan siap menampung pelajaran atau keterampilan baru. Malah cenderung menjadi “tong kosong” yang nyaring bunyinya.

Mengosongkan gelas memberi hikmah pembelajaran kepada kita. Bahwa ketika menuntut ilmu, maka kosongkan dulu pikiran Anda, dan tempatkan diri Anda sebagai orang yang siap belajar. Karena hanya dengan menjadi gelas kosong maka pengetahuan, informasi baru atau keterampilan baru akan mudah kita serap.

Berbeda jika kita memposisikan diri sebagai gelas yang selalu ‘terisi penuh’. Tentu kita tidak bisa mengisinya lagi. Sebab jika diisi, pasti akan tumpah. Begitu juga jika gelasnya hanya terisi separuh, maka air yang bisa kita isi pun hanya separuh. Kadang sikap sombong, egois dan kaku seseorang muncul disaat ingin mendapat "pengakuan sebagai orang pintar" dari orang lain. Hal ini membuatnya selalu mau “menutup gelasnya” dengan sangat erat sebagai upaya untuk menolak melihat kebenaran yang di bawa oleh pembawa ilmu. Disinilah pentingnya kita belajar bagaimana menjadi orang yang rendah hati, dengan memposisikan diri sebagai pembelajar sejati.

Kaitannya dengan “Transformasi Digital di Satuan  Pendidikan” yang kini secara massif digaungkan oleh APSI (Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia), filosofi ‘kosongkan gelas’ masih sangat relevan. Bahwa untuk “melek digital” bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus lebih dulu mengosongkan gelasnya. Karena hanya dengan begini, ia bisa mengakselerasi kemampuannya. Jika tidak, maka ia akan tertinggal dan akan tergilas dalam pesatnya perkembangan dunia digital dewasa ini…EWAKO

//

#Soppeng, 25 Februari 2021

#Tantangan Menulis 365 Hari

# Tagur Hari ke-340

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya, Pak. Terima kasih sudah berkenan menuliskannya hingga bermanfaat bagi kami.

26 Feb
Balas

Samasama Mbak Teti..slm literasi

26 Feb

Mantap filosofinya Pak Rauf. Selalu siap dengan segala perubahan dan ilmu baru yang akan dimasukkan ke dalam gelas yang kosong ya Pak. Barakallah sharingnya. Aamiin

26 Feb
Balas

Aamiinn yra..Trims Bu Tri

26 Feb

Setuju Pak, dengan gelas kosong ilmu tak akan tumpah sia sia

26 Feb
Balas

Trims Bu Romlah

26 Feb

Siap kosongkan gelas Daeng.Ajariku banyak hal ya Daeng pengawas

26 Feb
Balas

Trims Bu Kepsek AndalanQ..terinspirasi closing statemenx bu Ustadzah di webinar Apsi kmaren..Ewako

26 Feb

Smg GLS kosong siap terima ilmu.. bermanfaat.. good.

26 Feb
Balas

Aamiinn yra..trims mbak Titin

26 Feb

Subhanallah...terimakasih Prof...siap memgosongkan gelas gelas kami

26 Feb
Balas

Trims mbak Indah..slm literasi

26 Feb



search

New Post