Apa Makna 'Sipuppureng Pakkaju Sero?' (Tulisan ke- 241)
Pada tulisan sebelumnya telah diangkat topik seputar kearifan lokal masyarakat Bugis. Banyaknya falsafah Bugis tempo doeloe, tentu sangat menarik dan menjadi ladang luas yang menginspirasi untuk dituangkan dalam tulisan. Dituangkannya dalam tulisan, harapannya adalah agar nilai-nilai dalam bentuk simbol dan pesan moral tetap terwariskan kepada generasi kini dan yang akan datang. Sebutlah misalnya falsafah; Mattuluu Parajo, Sitiroang Deceng Tessitiroang Jaa, Siruii Menre Tessiruii Noo, Worowane Pattappi Saji, Makkunrai Sebbo’ Pabbaresseng, Macca Duppai Topole Panguju Tollao dan seribu satu macam falsafah Bugis yang masih relevan dengan era kekinian.
Pada tulisan edisi ini diangkat topik ‘Sipuppureng Pakkaju Sero’ Kalimat ini sangat asing bagi Anda saudaraku non Bugis. Karena memang bahasa ‘asing’ yah, yang hanya ada di Tanah Bugis. Tapi bagi Anda orang Bugis khususnya kategori “Generasi X” tentu sudah sering mendengarnya, khan?. Apalagi kalimat ini biasa menjadi petuah orang tua bahkan bagian dari isi nasehat pernikahan yang disampaikan penceramah pada sesi khotbah nikah.
‘Sipuppureng Pakkaju Sero’ terdiri atas tiga suku kata. Dalam kamus “Ufutaromporeng Mabbasa Ugi” kata itu diartikan sebagai berikut. Puppuu; berarti aus, pupus, susut karena digosok, habis. Sipuppureng bermakna sama-sama aus, sama-sama pupus atau susut. Sedangkan pakkaju berarti kayu atau gagang berbentuk tongkat dari kayu. Sedangkan ‘sero’ berarti timba atau gayung.
Sero’ atau gayung ‘tempo doeloe’, terbuat dari tempurung buah maja yang dikeringkan. Tempurung maja yang berbentuk silinder pada bagian atasnya dipotong lebar kemudian dilubangi sebelah menyebelah lalu diberi gagang sebagai pegangan. Sero’ yang telah siap pakai ditempatkan didekat tempat penampungan air, misalnya ditaruh di atas ‘bempa’ (tempayan). Oleh karena kelamaan dipakai, apalagi sering dibenamkan ke dalam air maka biasanya gayung ini aus, tempurung majanya pecah. Tetapi meskipun gayungnya sudah aus bahkan pecah gayung yang beginian masih dipakai.
Sipuppureng Pakkaju Sero’ bermakna sama-sama aus, habis, susut, bagaikan susutnya gayung dengan gagangnya. Begitu tingginya peradaban masyarakat Bugis, falsafah sipuppureng pakkaju sero menjadi simbol dan harapan orang tua kepada putra putrinya yang telah melangsungkan pernikahan. Sebagai orangtua tentu menginginkan pernikahan putra putrinya langgeng seumur hidup. Mereka diharapkan saling setia dalam suka maupun duka membina rumah tangganya sampai mereka menua sebagai kakek nenek.
Sekencang apapun gelombang yang datang menghantam rumah tangganya, maka mereka berdua saling meneguhkan ibarat ‘sero’ dengan ‘pakkajunna.’ Seaus atau sesusut apapun fisik mereka berdua, maka mereka akan tetap menyatu, dan takkan terpisahkan oleh siapapun. Untuk itu Sipuppureng pakkaju sero’ bagi pasangan suami istri berarti hanya ajal yang dapat memisahkan mereka berdua. Wallahu a’lam bisshawab.
-----------------------------------
# Gubuk Literasiku di Soppeng, 18112020
# Salamaki Tapada Salama
# Tantangan Menulis 365 hari
# Tagur Hari ke-241
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tulisan yang informatif pak ..Menambah pengetahuan tentang bahasa bugisTerimakasih telah berbagi ilmu
Trims supportx Bu...slm literasi
Tulisan yg sarat informasi. Salamaki